Buntu, Hearing Polemik Penolakan Pengukuhan Pengurus DKS
Surabaya, memorandum.co.id - Perselisihan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) menemui babak baru. Legislatif menghadirkan kedua belah pihak dalam rapat dengar pendapat atau hearing di ruang rapat Komisi D DPRD Surabaya, Jumat (20/5). Mereka membahas masalah pengajuan pengukuhan pengurus DKS 2020-2024 yang ditolak oleh pemkot. Namun serasa percuma, keberlangsungan rapat tidak berjalan lama. Sangat singkat. Tak sampai satu jam. Pemkot Surabaya yang saat itu dihadiri oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Irvan Widyanto dan Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (disbudporapar) Wiwiek Widyawati buru-buru meninggalkan ruang rapat. Otomatis masalah antara DKS dengan pemkot tidak terpecahkan. Masih menggantung dan tidak jelas. Hal ini disayangkan oleh dewan dan pihak DKS. “Rapat hari ini cukup disayangkan. Molor dan dengan kondisi waktu yang terbatas. Kebetulan teman-teman Pemkot Surabaya ada kegiatan, maka sesuai dengan permohonan forum akan kembali ditindaklanjuti. Pihak pemkot mengaku siap untuk memfasilitasi audiensi selanjutnya, kita minta ini segera dan terselesaikan sebelum akhir bulan Mei,” ucap Khusnul Khotimah, ketua Komisi D DPRD Surabaya. Khusnul berharap, nantinya pemkot & DKS duduk bareng. Saling berdiskusi dengan adem. Menurutnya masalah tersebut mencuat ada miskomunikasi. Sebagai bentuk kepatuhan dan taat administrasi, penting untuk diluruskan. Sedangkan Anggota Komisi D DPRD Surabaya Hari Santosa turut menyayangkan pihak Pemkot Surabaya yang tergesa-gesa meninggalkan hearing. Padahal, polemik surat keputusan (SK) DKS perlu untuk segera diselesaikan. "Mulai tahun 2009, 2014, itu ada semua SK-nya DKS, lah ini kenapa dibiarkan sampai sebegitu lama," ungkapnya. Untuk itu, politisi NasDem ini meminta agar polemik tersebut dapat diselesaikan dengan baik. "Kalau ada permasalahan ya cepet-cepet, diselesaikan dengan baik. Saya kira ndak ada di Suroboyo iki yang nggak bisa diselesaikan dengan baik," tuturnya. Hari menegaskan, DKS adalah motor kesenian di Kota Pahlawan. Keberadaannya sudah ada sejak lama. Mayoritas nasib seniman salah satunya juga bergantung pada DKS, karena menjadi wadah yang eksis sejak 1971. "Kalau (Pemkot) nggak mau mengeluarkan SK, lha terus DKS iki yaopo? Harus ada yang isi. DKS ini organisasi yang harus ada penggeraknya. Saya harapkan, tetep lah ini, jadi kewajiban Pemerintah Kota Surabaya untuk berdialog dengan DKS. Karena inilah penggerak, motor, dari kesenian di Surabaya," tambahnya. Kendati rapat hearing akan berlanjut di lain waktu, hingga pemkot yang bersedia mengakomodir audiensi dengan DKS selanjutnya, Hari tetap menyayangkan sikap pemkot yang terburu-buru meninggalkan rapat. "Kita harap kejadian ini tidak terjadi lagi. Ya untung tadi kita semua sepakat untuk menghargai, karena mungkin ada hal yang lebih penting. Ya berat, kita semua berat karena belum selesai," tandasnya. Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Irvan Widyanto mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan mengagendakan kembali pertemuan bersama DPRD Surabaya dan DKS. “Kita tidak menutup diri, kita ingin mencari solusi. Tapi kalau hari ini tidak tepat, karena ada keperluan yang harus dipenuhi. Kita akan fasilitasi pertemuan selanjutnya,” ucapnya. Di tempat yang sama, Ketua DKS Chrisman Hadi menyatakan terbuka untuk dapat kembali berdialog dengan pemkot. Namun apabila audiensi selanjutnya berjalan alot dan tak membuahkan hasil yang semestinya, langkah terakhir, dia akan membawa persoalan tersebut ke jalur hukum. "Kita tetap, kekeluargaan yang didahulukan. Misalnya nanti proses diskusi, proses lobi-lobi dengan kawan-kawan pemkot ternyata itu tetap saja alot, ya kita akan bawa ke pengadilan," tegasnya. Sebab, lanjut Chrisman, pemkot memiliki kewajiban secara konstitusional untuk mengeluarkan SK kepada DKS. “Kita melihatnya, untuk mengeluarkan SK ini adalah kewajiban konstitusional Pemkot Surabaya," tuntas dia. (bin)
Sumber: