6 Napiter Bebas Murni dan 2 Bebas Bersyarat dari Lapas di Jatim
Surabaya, memorandum.co.id - Sejak Januari 2022 hingga sekarang, sebanyak delapan narapidana teroris (napiter) dibebaskan dari dua lembaga pemasyarakatan di Jawa Timur. Sementara untuk tahun lalu, napiter yang bebas dari lapas/rutan di Jatim berjumlah 11 orang. Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jatim Zaeroji merinci, dari delapan napiter tersebut, ada enam dinyatakan bebas murni, dua lainnya mendapatkan hak pembebasan bersyarat. "Dua napiter yang mendapatkan hak pembebasan bersyarat karena telah memenuhi beberapa syarat. Salah satunya berikrar setia kepada NKRI," ” ujar mantan Sesditjen Imigrasi ini, Minggu (15/5). Sedangkan enam napiter yang bebas murni menurutya, telah menjalani pidana badan sesuai putusan pengadilan. Keenamnya tercatat belum menyatakan ikrar setia ke NKRI. Salah satunya adalah satu napiter yang baru bebas dari Lapas IIA Sidoarjo. Napiter berinisial AF dinyatakan bebas murni pada 12 Mei 2022 . “AF bebas setelah menjalani masa hukuman 9 tahun pembinaan di lapas,” sambung mantan Kakanwil Kemenkumham Kepulauan Riau (Kepri) ini. Lanjutnya, keterlibatan AF dalam jaringan teroris terjadi saat bekerja di toko Nangka, Cipulir, Jakarta Selatan. Toko tersebut milik Agus Widarto alias Agus Nangka yang merupakan anggota Jamaah Jihadiah pimpinan Abu Roban. Pada pertengahan 2012, Abu Roban kemudian menunjuk AF dan seorang temannya untuk berangkat ke Makassar. Pada Agustus 2012 keduanya berangkat. Di bulan yang sama, mereka berencana untuk membunuh mantan Wakil Wali Kota Makassar pada saat itu. “AF selama di lapas memang menyendiri dan belum menyatakan IKRAR ke NKRI, namun juga tidak pernah berbuat onar,” urai mantan Direktur Pengawasan dan Penindakan (Dirwasdak) Ditjen Imigrasi ini. Sementara itu, satu lagi napiter yang dinyatakan bebas adalah GJP. Bedanya, GJP bebas melalui program integrasi pembebasan bersyarat. Sehingga, meskipun bebas, GJP masih di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan. “GJP wajib melapor setiap minggunya ke pembimbing kemasyarakatan yang menanganinya,” terang Zaeroji. GJP ditangkap di DI Yogyakarta pada medio 23 September – 11 Oktober 2019. Dia ditangkap bersama istrinya NOS. Keduanya pernah aktif dalam kelompok yang berafiliasi dengan ISIS. Secara umum, Zaeroji menjelaskan bahwa kepribadian GJP selama menjalani masa hukuman di Lapas Kelas I Malang cukup baik. Dia dapat mengikuti program-program pembinaan yang diselenggarakan pihak lapas. Pihaknya berharap GJP tidak mengulangi kembali perbuatannya setelah bebas dari masa hukumannya. “Kami berharap setelah bebas, keduanya dapat kembali dan diterima oleh masyarakat, sehingga tidak kembali ke kelompok lamanya,” harap mantan Atase Imigrasi pada KBRI di Jeddah ini. (mik)
Sumber: