Perkawinan Segitiga Sama Mindoan (3)

Perkawinan Segitiga Sama Mindoan (3)

Minta Cerai setelah Melahirkan

Setelah melahirkan. Wiwik berencana menjauh dari Badar dan Wanda. “Silakan Mbak Wanda dan Mas Badar mengasuh anak ini,” kata Wiwik sambil menunjuk janin di perutnya. Persoalan ini semakin hari semakin membesar. Ustaz teman Badar pun dipanggil. Dia diminta jadi penengah dalam pertemuan rumah tangga segitiga sama kerabat itu. Wiwik mendominasi dalam pertemuan itu. Dia tidak mau diposisikan sebagai orang yang bersalah. Sebab, sejak awal dia hanya berniat membantu Badar dan Wanda. “Jujur, saya mau dinikahi Mas Badar karena desakan mereka. Saya sudah banyak berkorban dan saya ikhlas. Saya tidak tahu kalau akhirnya begini,” kata Wiwik dalam pertemuan dengan Ustaz. Azis kehilangan kata-kata. Dia hanya mengangguk-angguk saat mendengar Wiwik bicara, menggeleng-geleng saat mendengar Wanda bicara, dan menunggu Badar berpendapat. Namun, yang dia harapkan itu tidak segera dia dengar. Badar malah tampak kebingungan. Menurut Wiwik, sebenarnya dia sudah sering mendesak Badar agar mengutamakan perhatian kepada Wanda. Namun setiap diingatkan soal ini, Badar tidak pernah merespons. Badar hanya diam dan masih suka berlama-lama di vila. “Alasannya, dia suka terhadap masakanku. Padahal, kesukaannya amat sederhana. Tempe mentah dipenyet di sambal terasi. Ditambah lalapan kecambah mentah, Mas Badar bisa makan dua-tiga piring,” kata Wiwik seperti ditirukan Badar. Ustaz melirik reaksi Wanda. Wajahnya cemberut. Ada senyum masam menggaris di bibir. “Kalau Badar sedang di rumah Waru, Mbak Wanda masakkan apa?” goda Ustaz. Mendapat pertanyaan yang tidak terduga, Wanda bligsatan. Dia cuma a’e-a’e tanpa sanggup berkata jelas. “Saya jarang masak, Ustaz. Mas Badar biasanya saya belikan masakan Padang,” aku Wanda agak malu-malu. Semua tertawa. Ada yang tulus, ada pula yang dibuat-buat, Hanya Badar yang tidak berani tertawa. Mungkin takut menyakiti satu di antara kedua istrinya. Walau begitu, Ustaz melihat ada upaya kuat Badar untuk menahan tawa yang sudah untup-untup menempel di ujung bibir. Akhirnya Ustaz menyarankan ketiganya berintrospeksi diri. Mencari-cari apa kekurangan diri masing-masing agar bisa diperbaiki. Tidak Ego. Dan yang amat penting, mengembalikan masalah ini kepada tujuan semula. “Kau, Mas Badar, harus sanggup berbuat adil. Paham?” tanya Ustaz. Badar hanya mengangguk. Namun, sepulang Ustaz ke pondok, terjadi perselisihan lagi. Wiwik sampai tidak bisa merasa hidup tenang. Karena itu, diam-diam mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama. (jos, bersambung) Perkawinan Segitiga Sama Mindoan (3)   Minta Cerai setelah Melahirkan   Setelah melahirkan. Wiwik berencana menjauh dari Badar dan Wanda. “Silakan Mbak Wanda dan Mas Badar mengasuh anak ini,” kata Wiwik sambil menunjuk janin di perutnya.   Persoalan ini semakin hari semakin membesar. Ustaz teman Badar pun dipanggil. Dia diminta jadi penengah dalam pertemuan rumah tangga segitiga sama kerabat itu. Wiwik mendominasi dalam pertemuan itu. Dia tidak mau diposisikan sebagai orang yang bersalah. Sebab, sejak awal dia hanya berniat membantu Badar dan Wanda. “Jujur, saya mau dinikahi Mas Badar karena desakan mereka. Saya sudah banyak berkorban dan saya ikhlas. Saya tidak tahu kalau akhirnya begini,” kata Wiwik dalam pertemuan dengan Ustaz. Azis kehilangan kata-kata. Dia hanya mengangguk-angguk saat mendengar Wiwik bicara, menggeleng-geleng saat mendengar Wanda bicara, dan menunggu Badar berpendapat. Namun, yang dia harapkan itu tidak segera dia dengar. Badar malah tampak kebingungan. Menurut Wiwik, sebenarnya dia sudah sering mendesak Badar agar mengutamakan perhatian kepada Wanda. Namun setiap diingatkan soal ini, Badar tidak pernah merespons. Badar hanya diam dan masih suka berlama-lama di vila. “Alasannya, dia suka terhadap masakanku. Padahal, kesukaannya amat sederhana. Tempe mentah dipenyet di sambal terasi. Ditambah lalapan kecambah mentah, Mas Badar bisa makan dua-tiga piring,” kata Wiwik seperti ditirukan Badar. Ustaz melirik reaksi Wanda. Wajahnya cemberut. Ada senyum masam menggaris di bibir. “Kalau Badar sedang di rumah Waru, Mbak Wanda masakkan apa?” goda Ustaz. Mendapat pertanyaan yang tidak terduga, Wanda bligsatan. Dia cuma a’e-a’e tanpa sanggup berkata jelas. “Saya jarang masak, Ustaz. Mas Badar biasanya saya belikan masakan Padang,” aku Wanda agak malu-malu. Semua tertawa. Ada yang tulus, ada pula yang dibuat-buat, Hanya Badar yang tidak berani tertawa. Mungkin takut menyakiti satu di antara kedua istrinya. Walau begitu, Ustaz melihat ada upaya kuat Badar untuk menahan tawa yang sudah untup-untup menempel di ujung bibir. Akhirnya Ustaz menyarankan ketiganya berintrospeksi diri. Mencari-cari apa kekurangan diri masing-masing agar bisa diperbaiki. Tidak Ego. Dan yang amat penting, mengembalikan masalah ini kepada tujuan semula. “Kau, Mas Badar, harus sanggup berbuat adil. Paham?” tanya Ustaz. Badar hanya mengangguk. Namun, sepulang Ustaz ke pondok, terjadi perselisihan lagi. Wiwik sampai tidak bisa merasa hidup tenang. Karena itu, diam-diam mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama. (jos, bersambung)

Sumber: