Kisah Cinta Kisruh Saudara Kembar Identik (2)
Menikah Hanya Kepuasan sang Adik
Walau merasa dipaksakan, Erna dan Faisal mampu menjalani skenario yang ditetapkan Erni. Beberapa waktu kemudian mereka jadian. Begitu lulus kuliah, keduanya langsung bertunangan. Bahkan, tak lama berselang menikah. “Jujur saja aku tidak begitu cinta terhadap Mas Faisal. Aku menikah dengan dia hanya demi Dik Erni. Aku tidak mau mengecewakan dia,” kata Erna. Baru setahun kemudian Erni menyusul menikah vs teman organisasinya. Pegawai bank. “Dik Erni lebih beruntung ketimbang aku. Tidak sampai setahun sudah hamil anak pertama. Sementara aku, sampai kasus ini terjadi belum juga…” tutur Erna lirih. Kalimatnya terhenti, diganti isak tangis tertahan. Erna pamit ke toilet. Agak lama. Namun, begitu kembali dia tidak melanjutkan kalimatnya yang terputus tadi. Erna bercerita soal lain. “Sayang, anak di kadungan Dik Erni tidak sempat terlahirkan. Mereka kecelakaan. Anak dalam kanduangan Dik Erni meninggal. Begitu juga suaminya,” kata Erna. Sejak Wahyu meninggal, Erni yang masih tinggal bersama orang tuanya, Sutetyo dan Rini, jadi sering stres. Kejadian apa pun menyebabkan hatinya terguncang. Melihat ini, Erna merasa kasihan. Maka, diajaklah sang adik tinggal di rumah dia. Bukan tanpa alasan apabila Erna mengajak Erni tinggal di rumahnya di kawasan Waru. Alasan pertama, agar adiknya tersebut lebih dekat dengan tempat kerjanya di Pemkot Surabaya. Erni selama ini tercatat sebagai tenaga honorer di kantor pemerintahan itu. Ketika almarhum Wahyu masih hidup, mereka selalu berangkat dan pulang kerja bersama dari tempat tinggalnya di Sukodono, Sidoarjo. Wahyu adalah karyawan perusahaan swasta di kawasan Tanjung Perak. Alasan kedua, agar rumahnya lebih ramai, meriah, dan semarak. Tidak hanya diisi dua orang saja bersama Faisal. Siapa tahu kehadiran Erni bisa memancing Erna bersegera memiliki anak. Erna tidak menyangka ternyata kehadiran Erni di rumahnya membawa petaka. Gejala-gejala awal persoalan itu sebenarnya sudah tampak dari awal kedatangan Erni, namun hal itu tidak segera disadari Erna. Di antaranya, setiap Faisal memanggil Erna karena membutuhkan sesuatu, yang telebih dahulu merespons adalah Erni. Dengan sigap dia berlari-lari kecil dan membawakan barang-barang yang dibutuhkan Faisal. Erni juga selalu menyiapkan sepatu Faisal di teras depan rumah setiap pagi, sebelum suami Erna itu berangkat kerja. “Aku menganggap ini sebagai suatu kewajaran. Soalnya Dik Erni kan tinggal di rumah kami,” kata Erna. Erna baru menyadari hal ini sebagai kesalahan besar di kemudian hari, ketika Erni menjadikan kenyataan ini sebagai senjata untuk menyerang dirinya. “Ternyata Dik Erni tidak pernah berubah. Dia tetap seperti dulu, yang setiap keinginannya harus dipenuhi, walau harus mengorbankan orang lain,” tutur Erna. (jos, bersambung)Sumber: