Nuzulul Qur’an, Self Reminder Pentingnya Ilmu

Nuzulul Qur’an, Self Reminder Pentingnya Ilmu

  Berdekatan dengan momentum Hari Buku Sedunia yang jatuh pada 23 April, peringatan Nuzulul Qur’an pada 17 Ramadhan 1443 H kali ini jatuh pada 18 April 2022. Maka Nuzulul Qur’an merupakan momentum penguatan ilmu, sesuai dengan makna peristiwa Nuzulul Qur’an yang ditandai dengan turunnya ayat pertama Al-Qur’an, yaitu ‘Iqra’ !’ (Bacalah). Terjadi pada 17 Ramadlan 2 H saat itu, dikisahkan oleh Sayyidah ‘Aisyah binti Abu Bakar tentang peristiwa turunnya wahyu pertama yang diterima Rasulullah SAW: عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: فَرَجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِلَى خَدِيْجَةَ يَرْجُفُ فُؤَدُهُ فَانْطَلَقَتْ بِهِ اِلَى وَرَقَةَ بِنْ نَرْفَلٍ وَكَا رَجُلاً تَنَصَّرَ يَقْرَأُ الْإِنْجِيْلَ بِالْعَرَبِيَّةِ فَقَالَ وَرَقَةُ مَاذَا تَرَى فَاَخْبَرَهُ فَقَالَ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوْسُ الَّذِيْ اَنْزَلَ اللهُ عَلَى مُوْسَى وَاِنْ اَدْرَكَنِيْ يَوْمُكَ اَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا . اَلنَّامُوْسُ صَاحِبِ السِّرِّ الَّذِيْ يُطْلِعُهُ بِمَا يَسْتُرُهُ عَنْ غَيْرِهِ. Dari ‘Aisyah ra., dia berkata: Lalu Nabi kembali (dari goa hira’) kepada Khadijah dengan gemetar hatinya. Lalu Khadijah membawa beliau kepada Waraqah bin Naufal, Laki-laki yang (di masa jahiliah) masuk Nasrani dan membacakan Injil dengan bahasa Arab. Lalu Waraqah betanya: “Apakah yang kamu lihat?”, Beliau memberitakan (apa yang dialaminya di goa hira’) kepada Waraqah, lalu Waraqah berkata: “Itu Namus (sang pemegang rahasia, malaikat Jibril), yang dahulu diturunkan Allah kepada Musa. Dan bila aku mengalami hari (peristiwa)mu niscaya aku membelamu dengan pembelaan yang kuat.” (Shahih Bukhari, hadis nomor 3235). Saat itu, Malaikat Jibril menurunkan wahyu berupa surat al-Alaq ayat 1-5 pada Nabi Muhammad SAW yang tengah berkhalwat di Gua Hira, Jabal Nur. Berikut isi dari wahyu pertama tersebut: (1) اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (2) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (3) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (4) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (5) عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ Yang artinya adalah: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (5) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Jika kita cermati dengan detail, isi dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 tersebut merupakan dorongan agar manusia senantiasa membaca dan mencari pengetahuan (ilmu) atas segala hal yang tidak diketahuinya. Dengan begitu, wahyu pertama Surat Al-Alaq yang merupakan momentum Nuzulul Qur’an, juga merupakan momentum bagaimana sejatinya sebuah ‘ilmu’ dan bagaimana metode Rabbani adalah metode utama agar ilmu dapat kita capai. Ilmu dalam hal ini, tentu diartikan meliputi aktivitas literasi, yaitu membaca dan menulis, yang keduanya identik dengan kata Iqra’. Metode Rabbani adalah sebuah metode pembelajaran yang dijelaskan dalam sebuah hadis: َقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كُوْنُوْا رَبَّانِيِّيْنَ حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ وَيُقَالُ الرَّبَّانِيُّ الَّذِيْ يُرَبِّيْ النَّاسَ بِصِغَارِ الْعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ Ibnu Abbas berkata: “Jadilah kamu semua itu golongan Rabbani, penuh kesabaran serta pandai dalam ilmu fiqih (yakni ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum-hukum agama). Yang dimaksudkan “Rabbani” ialah orang yang mendidik para manusia dengan mengerjakan ilmu pengetahuan yang kecil-kecil sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang besar-besar (yang sukar). (Shahih Bukhari, Hadis nomor 68). Dari segi bahasa, kata rabbani diambil dari kata dasar Rabb, yang artinya Sang Pencipta, Pengatur, dan Pelindung makhluk, yaitu Allah. Kemudian diberi imbuhan huruf alif dan nun (rabb + alif + nun = Rabbaniy). Dengan imbuhan ini, makna rabba… Penulis : Dr. Lia Istifhama, M.E.I (Sekretaris MUI Jawa Timur).  

Sumber: