Pengelolaan Wisata Religi Sunan Ampel Tuai Polemik
Surabaya, memorandum.co.id - Pengelolaan kawasan wisata religi Sunan Ampel saat ini tidak berjalan dengan baik. Di balik hangatnya para peziarah dan jemaah yang khusyuk menjalankan ibadah, muncul polemik terkait pengelolaan masjid, area makam, hingga parkir. Pengurus lama dan pengurus baru tidak sepaham. Pengurus lama dalam hal ini Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel (YMASA) menjelaskan, polemik pengelolaan destinasi wisata di Surabaya Utara itu mencuat pada 2020, sejak didirikannya pengurus baru. Tak kunjung menemui titik temu kendati telah islah, sehingga membuat pengurus lama YMASA melakukan upaya hukum untuk menyelesaikan polemik tersebut. Melalui kuasa hukum YMASA, Hendra Gunawan menjelaskan, langkah hukum dilakukan untuk memperjelas berdirinya pengurus baru wisata religi Sunan Ampel. Sebab, pihaknya menilai ada banyak kejanggalan dan kekeliruan. "Karena mulai didirikannya yayasan baru tersebut sudah tidak benar. Ada banyak ketidaksesuaian," kata Hendra, Minggu (17/4/2022). Pertama, lanjut Hendra, surat keputusan tentang pengesahan atas pendirian yayasan tersebut dikeluarkan tidak sesuai dengan isi dari akta yang dimiliki oleh yayasan baru. "Isi atau keterangan dari akta tersebut adalah tentang perubahan data yayasan, bukan tentang pendirian yayasan yang baru. Maka ini keliru dan harus dicabut izinnya," ujarnya. Kedua, sejak pengelolaan diambilalih pengurus baru, status tanah Masjid Agung Sunan Ampel dan area makam Sunan Ampel yang berada di Jalan Ampel Masjid Nomor 53, telah diubah menjadi surat hak milik (SHM) yang diatasnamakan yayasan pengurus baru tersebut. "Seharusnya status tanah tersebut adalah surat wakaf bukan SHM. Ini sangat keliru dan tidak selaras dengan keinginan para kiai dan pengurus terdahulu agar aset yang ada di wisata religi Sunan Ampel tidak dikuasai oleh pribadi, karena seluruhnya untuk kepentingan umat," jelasnya. Di samping itu, hal lain yang disayangkan YMASA yakni, pengelolaan keuangan tidak transparan. Sebelum peralihan, pertanggungjawaban keuangan wajib dilaporkan dan diumumkan ke media agar dapat diketahui khalayak. "Sejak kepengurusan berganti mulai tidak ada transparansi. Sejak itu sampai sekarang. Bahkan, sempat oleh masyarakat sendiri dilaporkan kepada PBNU," tandasnya. Sedangkan Ketua Pengawas Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel, Ahmad Hifni berharap, konflik di Masjid Ampel dapat segera berakhir dengan baik. Sebab, sesuai amanat yang dia terima dari sesepuh, kawasan Sunan Ampel merupakan rumah besar umat Islam yang tidak mengenal golongan manapun, asal taat kepada Allah SWT. "Dulu para sesepuh juga sudah mengambil langkah musyawarah untuk mencari titik temu. Bahkan inisiasi dari PWNU juga telah kami lakukan, namun tidak menemui titik temu. Jika langkah tersebut tidak membuahkan hasil, maka kita meminta pengadilan untuk menentukan ini," kata Gus Hifni. "Dengan adanya polemik ini, kami berharap semoga segera berakhir, karena bagaimana pun juga menyangkut ketenteraman masyarakat dalam beribadah," imbuhnya. Sementara itu, petugasĀ di makam Sunan Ampel, Hidayat membenarkan bahwa ada selisih paham antara pengurus lama dengan pengurus baru. Saat ini, lanjut Hidayat, pengelolaan seluruh kawasan wisata religi Sunan Ampel berada di bawah naungan Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja (YMASAS). "Memang ada perselisihan. Yang berselisih ini masih satu keluarga. Seperti hubungan ponakan dengan paman. Sejak pendiri Yayasan Sunan Ampel KH Nawawi tutup usia, gejolak itu muncul," ungkap Hidayat, santri yang telah mengabdi sejak 1998 ini. Hidayat, yang sehari-hari bertugas di kantor informasi ini menuturkan, saat ini pengurus baru YMASAS tengah menggarap kantor sekretariat. "Untuk masalah yang lain, saya tidak dapat memberikan informasi jelasnya seperti apa. Namun yang pasti, sebagai abdi sunan, kita berharap pengurus lama dan pengurus baru bisa islah dan saling membangun untuk yang lebih baik," ucap Hidayat yang juga memawakili YMASAS. (bin)
Sumber: