Sang Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Penggerak Spirit Nasionalisme

Sang Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Penggerak Spirit Nasionalisme

  Dr. Lia Istifhama, M.E.I., Wakil Sekretaris MUI Jatim 7 Ramadhan 1443 Hijriyah saat ini, bertepatan dengan 76 tahun meninggalnya Sang Hadhratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Beliau merupakan Inisiator Spirit Nasionalisme yang meninggal dunia pada 7 Ramadhan 1366 Hiriyah (21 Juli 1947 Masehi) silam. KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, merupakan salah satu Pahlawan Nasional yang telah menjadi bagian penting sejarah bangsa ini, mengingat beliaulah sang pencetus fatwa jihad atau resolusi jihad untuk melawan penjajah Belanda pada 22 Oktober 1945. Fatwa Jihad inilah yang merupakan cikal bakal meledaknya perang besar di Surabaya pada 10 November 1945, dan sekaligus pondasi pertahanan kemerdekaan bangsa Indonesia saat hendak digagalkan oleh Belanda dan Inggris. Dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari, Fatwa Jihad menjadi pemantik perlawanan dari pemuda-pemuda Surabaya, terutama, kalangan santri Nadhliyin. Sejarah kemudian menorehkan bahwa beliaulah yang menjadi penggerak semangat hubbul wathan minal iman, bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Meskipun, spirit mencintai negara sendiri, sebelumnya menjadi gagasan KH Wahab Hasbullah yang mendirikan sekolah kebangsaan, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air), pada 1916. Sekolah Nahdlatul Wathan tersebut juga memiliki pendidikan kursus yang dikhususkan bagi pemuda, yaitu Jam’iyah Nashihin, yang bertujuan agar para pemuda bisa menyiarkan paham kebangsaan. Paham kebangsaan tersebut memiliki semboyan hubbul wathan minal iman dan kaidah ‘isy kariman auw maut syahidan, bahwa pemuda memiliki pilihan, hidup mulia atau mati syahid. Sedangkan hubbul wathan, dicetuskan oleh Al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat melalui istilah al-wathan al-ashli, yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya. Kembali pada pemikiran sang Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, bahwa beliau bukan hanya sosok penting dalam lahirnya spirit nasionalisme, namun beliau juga bagian utama dalam spirit persatuan bangsa. Dikutip dari buku KH. Abdul Wahab Chasbullah: Hidup dan Perjuangannya, karya Choirul Anam, bahwa beliau berpesan kepada para ulama pada medio 1936 saat itu, yang sedang terlibat perselisihan terkait khilafiyah dan furu’iyah (perbedaan pendapat). “Janganlah kalian jadikan perdebatan itu menjadi sebab perpecahan, pertengkaran dan permusuh-musuhan…. Ataukah kita teruskan perpecahan, saling menghina dan menjatuhkan; saling mendengki kembali kepada kesesatan lama? Padahal agama kita satu: Islam. Madzab kita satu: (Imam) Syafi’i. Daerah kita juga satu: Indonesia (waktu itu sebutannya, Jawa).” Subhanallah, bahwa Sang Hadratus Syaikh secara heroik setidaknya menyampaikan dua pesan penting untuk kelangsungan bangsa ini, yaitu prinsip kecintaan pada bangsa dan prinsip persatuan atau persaudaraan sesama anak bangsa. Nasehat-nasehat tersebut sangat jelas sebagai pengingat agar kita para mukmin generasi bangsa Indonesia, seharusnya selalu menginternalisasi diri tentang prinsip prinsip syubbanul yaum rijalul ghod, bahwa pemuda sekarang adalah pemimpin di masa mendatang. Maka, jadikan bulan Ramadhan ini sebagai momentum perbaikan kualitas diri menuju karakter: ‘Pemimpin Harapan Bangsa.”    

Sumber: