Saat Wanita Menikah di Atas Usia 50 Tahun (3)

Saat Wanita Menikah di Atas Usia 50 Tahun (3)

Tidak Pernah Meninggalkan Salat Subuh

Menurut Danang, dia tak bisa menghitung berapa banyak lelaki yang ditolak Mila. Yang jelas banyak. Dan, semua selalu diceritakan kepada Danang. “Yang aku herankan, dia (Mila, red) tertarik justru ketika dilamar duda sederhana berusia 60 tahun,” kata Danang. Namanya sebut saja Budi. Orangnya alim. Hidupnya di dua alam. Alam rumah dan alam masjid. Itu saja. Ia sudah menduda lebih dari lima tahun. Dua tahun sejak pindah ke kompleks perumahan kami. Sejak itu dia tidak menikah lagi. Hidupnya ya itu tadi, dihabiskan di dua alam. Anak-anaknya sudah mentas semua. Yang pertama menjadi dokter. Yang kedua pengusaha. Yang ketiga perempuan. Master filsafat perguruan tinggi luar negeri, tapi pada ahirnya menjadi ibu rumah tangga biasa. Dia dikawin bos BUMN. “Kalau Budi?” sela Danang. Para tetangga kurang paham. Budi orangnya tertutup. Tidak pernah membuka jati dirinya. Yang jelas, ketika kali pertama pindah ke kompleks perumahan yang ditempati keluarga Danang, dia mengaku sebagai pangsiunan. Tapi pensiunan apa, tidak jelas. Budi tinggal sendirian. Ya. Sendirian. Ijen plek. Sama sekali tidak ada yang menemani. Semua kebutuhan sehari-hari dipenuhi sendiri. Blonjo di welijo sendiri, masak sendiri, cuci dan seterika sendiri. Orangnya sehat. Tidak pernah terlilhat sakit. “Lantas, Mila mengenal Budi di mana?” tanya Memorandum. “Ngakunya sih majelis taklim masjid di jalan utama kota (Danang menyebut nama masjid, red). Belum lama. Baru sebulan lalu,” kata Danang. “Cinta kilat?” Danang tersenyum. “Tolong selidiki siapa dia?” pinta Mila kepada Danang waktu itu. Atas permintaan itu, Danang akhirnya menyempatkan diri mempelajari kebiasaan Budi dan sebisa mungkin terus menempelnya. Ternyata tidak sulit. Budi biasa salat berjemaah masjid kompleks. Subuh tidak pernah ditinggalkan. Setelah itu tidak terburu pulang. Dia menunggu waktu syuruq sambil membaca zikir pagi dan menutupnya beberapa waktu setelah matahari terbit dengan salat dua rakaat. Seturun masjid tidak langsung pulang, melainkan jalan kaki keliling kompleks. Kemudian senam di depan rumah sambil menunggu welijo dan belanja kebutuhan memasak hari itu. (jos, bersambung)      

Sumber: