Sidang Kasus Skimming, Hakim Anggota Tertidur

Sidang Kasus Skimming, Hakim Anggota Tertidur

Surabaya, memorandum.co.id -  Peristiwa memalukan terjadi dalam persidangan kasus pencurian data nasabah (skimming) dengan terdakwa Yevhen Kuzora, Rabu (6/4/2022). Hakim anggota Yoes Hartyarso terlihat tertidur 3 hingga 5 menit saat sidang sedang berlangsung. Pada saat itu, sidang berjalan dengan agenda mendengar keterangan ahli, Agus Ulum, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejaksaan Negeri Surabaya. Beralih ke jalannya sidang, dalam keterangan saksi ahli komunikasi dan informasi (kominfo) dari Pemkot Surabaya itu menerangkan siapa yang paling dirugikan atas pembobolan kartu ATM. " Yang dirugikan jelas nasabah pemilik rekening tersebut. Namun sebenarnya yang sangat dirugikan adalah pihak bank. Karena pihak nasabah tidak merasa menarik tunai uangnya, namun uangnya menjadi berkurang. Maka pastilah pihak bank akan mengganti kerugian nasabahnya, " jelas Agus Ulum, Rabu (6/4). Sedangkan terkait alat apa saja yang digunakan saat melakukan skimming, ahli berpendapat terduga pelaku bisa memasukan chip yang baru dan harus terhubung dan tentu ada sistem yang dipakai. Ahli dalam hal ini job deskripsinya sebagai koordinator dalam layanan publik, perizinan yang ada di pemerintahan kota Surabaya. Namun tidak ada SOP secara spesifik untuk diminta jaksa untuk mengaudit dalam perkara tersebut. Menurut ahli, pelaku tidak melakukan sendirian dalam memalsukan proses kartu tersebut. Membobol kartu ATM tanpa hak, artinya membobol bukan secara fisik merusak segalanya. "Namun masuk ke data orang lain," ucapnya. Masih menurut ahli, mesin ATM masuk sistem elektronik. Kartu nya resmi pin nya sesuai, namun pelaku masuk mengambil uang orang lain. "Pin yang didapat tadi selanjutnya dapat melakukan pengambilan uang dan mentransfer uang," katanya. Pada agenda pemeriksaan terdakwa Yevhen Kuzora, melalui penerjemahnya mengaku kalau dirinya hanya disuruh seseorang dengan imbalan gaji per bulan. "Terdakwa sudah tidak ingat ATM mana saja yang dibobolnya. Mengenai alat yang terpasang di mesin ATM terdakwa mengatakan tidak ada alat yang terpasang. Datanya telah didapat dari komando seseorang untuk dilaksanakannya," ungkapnya. Aksi terdakwa akhirnya diketahui pemilik rekening yang mengetahui uang di rekening mereka berkurang. Triyogo Widodo, pegawai salah satu bank tersebut mengatakan dirinya baru tahu kasusnya setelah dihubungi kantor pusat. Saat adanya laporan tersebut, saksi mengungkapkan tim melakukan pengecekan dan pengumpulan data. Dari data yang didapatkan, ternyata ada beberapa transaksi melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tidak dilakukan oleh para nasabah. “Kami lakukan pengumpulan data dari CCTV eksternal dan internal dan capture wajah yang bertransaksi di ATM,” ungkapnya. Triyogo menjelaskan, setelah terdakwa berhasil masuk ke rekening nasabah, lalu ditransfer ke nomor rekening orang Indonesia. Menurutnya, nomor rekening penerima transfer tersebut fiktif. “Ditransfer ke rekening lain punya orang Indonesia. Rekeningnya fiktif. Jadi pelaku menyuruh orang membuat rekening setelah jadi diserahkan ke pelaku. Bisa jadi mereka adalah komplotan,” bebernya. Sedangkan perihal pihak bank mengetahui perbuatan terdakwa, saksi menerangkan dari nilai transaksi yang mencolok. Selain itu, kecurigaan muncul ketika pemilik rekening di Makasar, namun transaksi tercatat di Surabaya. “Kartu diduplikasi di Surabaya. Dan juga transaksinya. Sedangkan rekeningnya milik nasabah luar kota. Saat melakukan aksinya, dari pantauan CCTV pelaku bisa sampai 20 menit berada di dalam mesin ATM,” katanya. Terkait kerugian, saksi mengatakan sekira Rp 3,6 miliar dari 100 nasabah yang kehilangan uangnya. “Kurang lebih 100 nasabah Yang Mulia,” singkatnya. (jak)

Sumber: