UB Kukuhkan Profesor Bidang Koservasi Tanah dan Perkembangan Ekonomi Digital
Malang, memorandum.co.id - Universitas Brawijaya (UB) Malang kembali mengukuhkan dua orang Profesor baru, di Gedung Samanta Krida Universitas Brawijaya. Yang pertama, Prof Ir Didik Suprayogo MSc PhD dari Fakultas Pertanian. Ia sebagai profesor di bidang Ilmu Konservasi Tanah dan Air. Dalam orasinya, ia menyampaikan terkait degradasi tanah sangat terkait dengan penurunan kualitas tanah dalam mendukung produksi tanaman. Serta kualitas sumber daya alam, penurunan produktivitas ekosistem. "Penurunan fungsi tanah, dapat mengakibatkan hilangnya unsur hara tanah. Penurunan bahan organik tanah, pemadatan, erosi tanah, dan hilangnya keanekaragaman hayati," terangnya. Untuk itu, lanjutnya, solusi dengan teknologi pengendalian erosi tanah di awal musim tanam. Berupa pemberian mulsa di permukaan tanah. Namun, hal itu kurang disukai petani. Karena kurang praktis dan mudah berserakan di lahan. "Solusinya, mengembangkan penggunaan bahan baku organik. Dimasukkan di antara dua lapisan luar bahan geotekstil. Upaya ini disebut inovasi BioGT-BOT+, guna mendukung pertanian konservasi," lanjutnya. BioGT-BOT+, merupakan teknologi rakitan dari dua lapis bahan rajutan. Dari bahan organik dengan kualitas rendah. Sering dikenal dengan Biogeotekstil (BioGT-). Berfungsi sebagai mulsa untuk pengendalian erosi tanah. Di dalamnya, diisi bahan pertanian untuk memberikan bahan organik, agar terjadi penyehatan kesuburan tanah. Sehingga hasil produksi pertanian meningkat dan berkelanjutan. Sementara kedua, adalah Prof Anwar Sanusi PhD. Ia merupakan profesor kedua dari FISIP. Dalam paparannya, ia menyampaikan perkembangan era digital. Menyebabkan ekonomi dunia sedang mengalami transformasi besar. Dinamika perkembangan desa, juga tidak lepas dari arus besar ini. "Dalam hal ini, memerlukan terobosan pendekatan kebijakan publik. Terkait tata kelola pemerintahan pedesaan Indonesia, yang tidak lagi semata-mata terfokus pada aspek-aspek makro-struktural dan makro-kultural," terang Prof Anwar. Untuk itu, Prof Anwar menawarkan pendekatan baru, dengan Multi-level Collaborative Governance (MLCG). Dinilai relevan dalam upaya pengembangan desa. Melibatkan pemangku kepentingan dan multi-level pemerintah. Dalam kerjasama yang sistematis dan terstruktur dari pemerintah pusat, daerah, desa, perguruan tinggi, hingga sektor swasta. "Selain itu, mendorong pengembangan desa berbasis kearifan lokal. Memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan demikian, mempercepat pencapaian desa mandiri. Melalui manajemen pengetahuan, kepemimpinan transformatif, dan rekognisi kearifan lokal," lanjut akademisi yang pernah menjabat di Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (2015-2020). Bahkan saat ini, sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan. (edr/fer)
Sumber: