Cinta Itu Perlu Bukti (1)

Cinta Itu Perlu Bukti (1)

Bangga SMP Sudah Pacaran

Vila sederhana di kawasan Pacet, Mojokerto, jadi saksi bisu pernikahan Intan dan Berli (keduanya nama samaran). Yang hadir hanya keluarga inti kedua mempelai dan kerabat dekat. Termasuk Memorandum. Orang lain yang menyaksikan pernikahan ini pasti akan bertanya: kok bisa ya gadis secantik dan semolek Intan sudi menerima Berli sebagai suami yang keadaannya seperti itu. Bayangkan (tapi jangan sampai baper), Intan yang kecantikannya 11:12 dengan Maudy Ayunda harus menghabiskan sisa usia bersama Berli yang berpenampilan seperti penderita down syndrome. Ajaib, memang. Tapi, itulah yang terjadi. Menurut ayah Berli yang masih kerabat Memorandum, Intan bukan orang yang baru dikenal keluarganya. “Kami mengenal Nak Intan sejak anak itu masih kelas satu SMP,” kata ayah Berli, sebut saja Suparlan. Intan adalah teman sekolah Berli. Entah bagaimana awalnya, Suparlan hanya mengetahuai bahwa anaknya itu amat dekat dengan Intan. Saat memperkenalkan temannya tersebut, Berli bahkan menyebut Intan sebagai pacar. Bayangkan lagi, mereka masih kelas satu SMP. Kata wong Jowo, isih umbelen. “Kenalkan, Pa, Ma. Intan, pacar Berli,” kata Berli waktu itu. “Pacar?” tanya istri Suparlan, sebut saja Yani. “Ya, Ma. Calon istriku,” kata Berli tegas. Mendengar jawaban itu tentu saja Parlan dan Yani kaget. Yani bahkan sempat hendak emosi. Untung Parlan berhasil mencegahnya dengan memberikan bahasa isyarat. Parlan malah bertanya lembut kepada pasangan remaja tersebut, “Kalian serius?” “Serius, Pa,” jawab Berli cepat. Parlan mengalihkan pandangan ke arah Intan dan mengangkat alis. “Ya, Pa. Intan serius. Kami akan membuktikannya,” jawab Intan tak kalah tegas. Dan tak kalah cepat. Pernyataan mereka bahkan dikuatkan gesture Berli memegang telapak tangan Intan, yang dibalas Intan dengan meremas tangan Berli. Mereka saling meremas. Cie… cie… “Buktinya apa?” “Kami akan belajar keras,” kata Berli. “Ya. Kami akan membanggakan Papa dan Mama,” sahut Intan yang menyebut Parlan dan Yani dengan sebutan papa dan mama seperti Berli. Bukan om dan tante. Yani yang awalnya sempat hendak emosi akhirnya malah tersenyum. “Baiklah. Papa-Mama akan catat dalam hati dan menunggu hasilnya,” tutur Yani, kemudian balik badan ke belakang. Melanjutkan rencana cuci-cuci. Sejak itu mereka tidak pernah terpisahkan. Ke mana-mana selalu bersama. Bahkan ketika berlibur bersama keluarga. Tiap Idul Fitri, misalnya, Intan selalu mengikuti keluarga Berli pulang kampung ke Manado. Sebaliknya, setiap tahun baru Berli mengikuti liburan keluarga Intan yang tidak pernah abstain ke luar negeri. Suatu waktu keliling Eropa. Kali lain ke Singapura, ke Hong Kong, dan Tiongkok. Dll. Dsb. Dst. Kedua orang tua Berli dan Intan tidak pernah ragu melepas keduanya meski hanya berdua. Mereka memang terbukti selalu bisa memegang erat komitmen. Terutama kepada orang tua. (jos, bersambung)

Sumber: