Pinjam Uang Rp 3 M Tak Bayar, Diadili
Surabaya, Memorandum.co.id - Penipuan dengan modus dana talangan sering terjadi. Banyak korban harus gigit jari lantaran aset yang dijaminkan ternyata fiktif. Contohnya terdakwa Adi Purnomo yang menipu Wirantono Wijaya sebesar Rp 3 miliar. Tindak pidana yang dilakukan Adi bermula pada November 2018. Saat itu, terdakwa dikenalkan kepada korban oleh Jonathan Tantana dan Yohanes Agus Pramono Cafe Journal PTC Mall. Saat bertemu, terdakwa menyampaikan sedang membutuhkan dana untuk melunasi pembayaran rumah sebesar Rp 3 miliar. Adi menjanjikan memberi keuntungan sebesar 8% setelah 2 bulan sejak menyerahkan uang . Untuk meyakinkan korbannya, terdakwa memberikan jaminan SHM No 1333 seluas 1100 m² atas nama ADI PURNOMO dan mengatakan telah disetujui menjadi debitur fasilitas kredit Multiguna di Bank Bukopin Cabang Surabaya dengan nilai Rp 6 miliar. Ketertarikan dari korban menguat setelah terdakwa menunjukkan Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit (SPPK) dengan kop Bank Bukopon Nomor : 030/020/BB/MKT/ VI / 2018 tanggal 21 November 2018 atas nama. Adi Purnomo. "Saya ditunjukkan foto surat tersebut oleh Ronald Aprianto Sugiarto yang juga notaris lewat WhatsApp. Selain itu, Adi juga menunjukkan sertifikat atas nama George Harianto masih dalam pengurusan balik nama ke dirinya di notaris Tulus Widodo. Ada covernotenya," ungkap Wirantono saat dihadirkan di PN Surabaya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Basuki Wiryawan dan Rista Erna, Rabu (16/2). Terkait SPPK, mengaku diyakinkan oleh Yohanes bahwa surat tersebut benar karena sudah dicek di Bank Bukopin. "Yohanes bilang sudah mengecek ke bank dan benar SPPK itu asli," ucap Wirantono. Dengan rangakaian bukti dan pernyataan beberapa saksi tersebut korban percaya dan tergerak memberikan pinjaman kepada terdakwa yang diserahkan secara bertahap. "Saya menyerahkan uang secara tunai dan transfer. Total lebih kurang Rp 3 miliar. Saya tidak langsung memberikan ke Adi. Tetapi melalui Jonathan atas perintahnya Adi,' bebernya. Lebih lanjut, Wirantono menjelaskan setelah uang diterima Jonathan kemudian diserahkan kepada terdakwa dan dibuatkan kwitansi dengan tanda tangan Adi. "Saya dikasih kwitansi. Dan terdakwa mengakui sudah menerima uang saya," jelasnya. Lalu, setelah jatuh tempo pengembalian ditambah bunga ternyata tidak terwujud. Merasa curiga, korban kemudian melakukan pengecekan ke bank dan pihak BPN melalui kuasa hukumnya. "Ternyata SPPK itu palsu. Dan pengurusan sertifikat itu tidak ada di BPN," terangnya. Atas peristiwa ini, Wirantono mengaku mengalami materi sebesar Rp 3 miliar. Korban mengaku sempat melakukan penagihan. Akan tetapi selalu hanya dijanjikan oleh terdakwa. "Saya juga sempat menanyakan kepada Jonathan. Tapi dia bilang masih follow terdakwa," ujarnya. Sementara itu, Anis, pegawai bank Bukopin mengatakan bahwa SPPK yang ditanyakan oleh kuasa hukum korban pernah dibalas. Intinya, surat tersebut adalah palsu. "Surat SPPK itu tidak diterbitkan oleh Bank Bukopin. Jadi tidak benar," tegas Anis. Sedangkan George Harianto, pemilik sertifikat tersebut mengatakan dirinya tidak kenal dengan terdakwa. Apalagi sampai jual beli asetnya. Dia mengaku sertifikatnya sudah dijaminkan ke koperasi. "Saya jaminkan ke koperasi pak. Waktu itu saya mengurus kredit melalui notaris Tulus. Karena dia notaris koperasi itu. Saya tidak tahu ada covernote dari notaris Tulus," katanya. Terhadap keterangan tiga orang saksi tersebut, terdakwa Adi yang saat menjalani sidang tanpa didampingi pengacara tersebut membenarkan. "Benar Pak Hakim," ujar Adi saat ditanya ketua majelis hakim I Ketut Tirta. (jak)
Sumber: