Petualangan Lelaki Pemuja Seks (6-habis)
Terobsesi Threesome
Waktu berada di ibu kota yang singkat ingin dimanfaatkan secara maksimal untuk memerlus kekayaan petualangan seksualnya di luar rumah. “Jujur aku teramat sangat ingin threesome. Pasti seru. Pasti lebih seru daripada main tunggal,” katanya. Dia sudah lama membayangkan permainan keroyokan seperti yang terlihat di film-film XXX mancanegara, yang sudah diadopsi orang-orang pribumi kita tapi dengan kualitas yang sangat kampungan dan njijehi. Danang ditemani seorang teman sekantornya walking-walking ke sudut-sudut hitam ibu kota. Mulai tempat hiburan malam hingga tempat hiburan yang buka 24 jam nonstop. Banyak, tapi tidak semua menyediakan layanan threesome. Kalaupun ada, person-personnya tidak menarik. Sampai hari terakhir, Danang tidak dapat mewujudkan obsesinya. Dia putus asa dan menghabiskan waktunya dengan tidur-tiduran santai sambil nonton televisi. Dan tanpa sengaja, dia menekan tombol televisi yang menayangkan reality show Bekal sebelum Ajal. Dalam tayangan itu digambarkan ada seorang perempuan yang meminta tolong tim Bekal sebelum Aja (BsA) untuk menyadarkan kerabatnya yang menjadi pekerja seks komersial (PSK). Kebetulan ibunda PSK tadi sedang sakit. Si PSK, sebut saja Vika, akhirnya dipertemukan seorang ustaz. Kepada Vika, dijelaskan hukuman apa saja yang diberikan bagi para pezina. Minimal dirajam. Bagi yang asih jomblo dirajam sampai seratus kali, sedangkan bagi pezina yang sudah menikah dirajam sampai mati. Itu hanya hukuman di dunia, belum di akhirat. Vika lantas diminta menjalani simulasi hukuman rajam. Tidak diempari batu, tapi dilempari tomat rebus. Walau begitu, Vika merasakan sakit. Belum cukup. Vika juga diminta pura-pura mati, dikafani, dan dikubur layaknya orang mati sungguhan. Bedanya, kuburan Vika tidak ditutup tanah, tapi dibiarkan terbuka. Vika lantas ditinggal sendirian. Saat itulah Vika merasakan kesendirian yang sesungguhnya. Tidak ada ayah-ibu dan saudara yang bisa menolong, apalagi teman. Saking takutnya dicekam kesendirian, Vika sempat pingsan—atau tertidur—dan mimpi dibelit ular raksasa dan kuburnya diimpit bumi. Begitu bangun, Vika berteriak-teriak minta tolong, namun tidak ada yang merespons. Baru beberapa waktu kemudian, tim BsA muncul dan memberikan pertolongan. “Bagaimana kalau ini kematian Vika yang sesungguhnya? Siapa yang akan menolong?” tanya ustaz, yang dijawab Vika dengan tangis sesenggukan. Sang ustaz menjelaskan bahwa amal ibadah kitalah yang kelak bisa menolong di alam sesudah kematian. Bukan keluarga kita. Bukan teman kita. Juga, bukan harta kita. “Aku sempat tercenung lama menyaksikan tayangan itu. Rasa lelah yang sebelum itu aku rasakan mendadak sirna. Dan entahlah, tanpa sadar aku menangis. Aku jadi ingat istri di rumah, yang mengancam menggugat cerai karena kebodohanku. Kini aku baru sadar,” tuturnya. Tiba-tiba pula kakinya kram tidak bisa digerakkan. Berbagai upaya dilakukan, tapi tidak ada hasilnya. Danang berteriak-teriak minta tolong karena tidak bisa menjangkau HP-nya atau telepon kamar. Tapi sia-sia. Hampir dua jam Danang merasakan siksaan itu. Dia juga tidak mampu menjawab panggilan telepon kamar. Krangkring-krangkring dia biarkan saja. Setelah lewat jam check out, baru Danang bisa sedikit demi sedikit menggerakkann kaki. Bergegas dia bersiap-siap check out dan selekasnya terbang ke Surabaya. Pulang. Sesampai di rumah, ternyata Estik belum reda kemarahannya. Dia tetap bertekad mengajukan gugatan cerai. “Makanya aku tadi mencegah dia melanjutkan niatnya memasukkan berkas gugatan,” kata Danang. Tiba-tiba HP-nya berbunyi. “Dari Estik, istri. Mudah-mudahan dia berubah pikiran,” katanya. “Kali ini aku tobat,” tegasnya sebelum pamit menemui Estik. Bukan bakal mantan istri. Mudah-mudahan. Aamiin. “Doakan kami tidak jadi cerai!” teriaknya sambil berlari menuju mobilnya. (jos, habis)Sumber: