Petualangan Lelaki Pemuja Seks (1)

Petualangan Lelaki Pemuja Seks (1)

Istrinya Finalis Ning Suroboyo

Sore itu langit Surabaya diselimuti mendung. Udara pengap. Se-pengap wajah pria yang duduk di pojok ruang tunggu Pengdilan Agama (PA) Surabaya.   “Jangan dilanjutkan ya Ma,” rajuk pria tadi, Danang (samaran), kepada perempuan yang duduk di sebelahnya, sebut saja Estik, istrinya. “Aku sudah lelah, Pa. Sudah beberapa kali Papa berjanji tidak akan mengulangi lagi, tidak akan mengulangi lagi… Tapi apa yang terjadi? Papa selalu melanggar. Ini sudah kali yang keberapa, Pa? Aku lelah,”  tutur Estik lirih sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Percakapan mendadak terhenti setelah Estik sadar Memorandum memerhatikan mereka. Dia spontan berdiri menuju ruangan lain. “Tidak usah ikut,” katanya keras. Tegas. Danang yang kadung mengangkat pantat mengempaskannya. “Kiamat. Benar-benar kiamat,” kata Danang seperti ditujukan kepada dirinya sendiri. Wajahnya yang semula kusut dan kumuh tampak semakin pekat. Seperti serpih-serpih malam dimakan gerhana. “Istrinya, Mas?” tanya Memorandum membuka percakapan. Danang menatap mata Memorandum. Lekat dan lama, sebelum akhirnya mengangguk. “Bakal mantan. Bakal mantan istri, Mas.” “Bakal mantan istri? Maksudnya?” Memorandum pura-pura tidak paham sambil menampakkan wajah penasaran. “Ya, bakal mantan karena dia akan mengajukan gugatan cerai,” kata Danang pelan, lalu pelan-pelan pula menurunkan pandangan ke lantai. “Sebenarnya aku yang salah, Mas. Sudah beberapa kali aku ketahuan selingkuh, tapi selalu mengulangi dan mengulangi lagi meski sudah berjanji bertobat. Aku yang salah, Mas,” imbuh Danang sambil memukul-mukul jidatnya sendiri. Tampaknya kali ini lelaki tidak ganteng itu betul-betul menyesali perbuatannya. Tiba-tiba Danang menggeret tangan Memorandum, mengajak keluar gedung PA. “Aku stres, Mas. Ayo temani aku makan-makan di luar,” kata dia sambil nginclik berjalan tanpa menunggu persetujuan Memorandum. Ternyata tujuan dia deretan warung dekat rel kereta api. Tempat itu lumayan sepi,  mungkin karena sudah hampir malam. Danang mengakui kedatangan dia di PA awalnya tanpa sepengetahuan Estik. Dari rumah dia sengaja menguntit Estik karena takut ibu kedua anaknya tersebut mewujudkan ancamannya: menggugat cerai. Walau mengaku sudah beberapa kali mengkhianati Estik, Danang tidak ingin berpisah atau dipisahkan dari mantan finalis Cak dan Ning Surabaya itu. Danang sangat mencintainya. Notok. Njedug. Kalaupun dalam mengekspresikan cinta tadi, Danang masih menoleh ke kanan dan ke kiri, itu dia anggap sebagai kewajaran: naluriah seorang lelaki. (jos, bersambung)  

Sumber: