Filosofi di Balik Batik Singo Mengkok
LAMONGAN - Motif batik Singo Mengkok dari Lamongan rupanya tidak hanya indah dalam bentuk, namun juga sarat makna filosofi tinggi. Menurut Hidayat Iksan, budayawan yang juga Ketua Yayasan Kebudayaan Lamongan (YKL), Singo Mengkok mengilhami sifat kebijaksanaan sebagai penangkal watak dan perilaku jahat. Dia kemudian menguraikan makna filosofinya. Singa dalam posisi membungkuk, mengkok-mengkok, duduk, dodok. Dengan kata lain, singa itu sudah tidak bengis lagi sebagaimana layaknya binatang singa pada umumnya. “Seperti dalam pitutur, jiwa kang kuat dudu kuat otot lan balunge, ananging kang kuat ngempet hawa nasfune. Yakni orang yang kuat adalah yang dapat menundukan hawa nafsunya,” ujarnya saat Seminar Batik dalam rangka Hari Batik Nasional yang digelar Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Lamongan bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lamongan di Pandopo Lokatantra, Kamis (3/10). Sementara dalam mitologi setempat, Singo Mengkok mengilhami sifat kebijaksanaan sebagai penangkal watak dan prilaku jahat Seperti diketahui, motif ini oleh Bupati Fadeli ditetapkan menjadi busana khas Lamongan (BKL). Diaplikasikan pada udeng, sembong pada busana pria, dan jarit pada busana wanita. Ini merupakan perpaduan batik motif Singo Mengkok yang diilhami Sunan Drajat dengan kekhasan batik Sendang yang bernilai estetik dan filosofi. Sementara Rahmat Dasy dari Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah menjelaskan bahwa batik Lamongan bermula pada massa Sunan Sendang pada abad XV, sebagai wujud ekonomi kreatif masyarakat. Batik Sendang Lamongan menurutnya menjadi salah satu kontributor diantara sekian batik Nusantara sehingga diakui sebagai warisan dunia yang harus dilindungi. Bupati Fadeli mengakui batik-batik yang tercipta dari Desa Sendangagung dan Sendangduwur ini memiliki keunikan dan sejarah tersendiri. Dia berharap keunikan itu mampu mendorong laju wisata desa untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara berkunjung ke Lamongan. Dengan adanya desa wisata batik sendang, menjadikan kawasan ini bisa memiliki paket wisata komplit. Yakni menjadi pelengkap wisata religi di Sunan Drajat, wisata buatan ke WBL dan Gua Maharani. “Sudah saatnya kita menjual paket wisata sendang dengan keelokan batiknya. Jika ini berhasil, Saya yakin wisata desa akan membantu pendapatan desa tersebut untuk menjadi desa mandiri,” ujar Fadeli. Untuk itu Fadeli akan memfasilitasi kendaraan untuk wisatawan berkeliling desa wisata. Dia menyakini hal ini akan mempercepat pertumbuhan wisata, khususnya di desa-desa. (*/udi)
Sumber: