Syarat Restorative Justice Terpenuhi, Terdakwa Laka Lantas Bebas
Surabaya, Memorandum.co.id - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ( Kejati Jatim) menghentikan penuntutan terhadap terdakwa Ade Imron Syahrono atas perkara tindak pidana Lalu Lintas Angkutan Jalan. Penghentian penuntutan ini dilakukan lantaran tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan telah ada perdamaian antara korban dan tersangka. Hal itu disampaikan Kasi Penkum Kejati Jatim, Fathur Rohman, Rabu (19/1/2022). Keputusan tersebut diambil setelah Kejati Jatim menggelar gelar perkara bersama Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lumajang. “Dalam perkara ini, terdakwa dijerat Pasal 312 Subsidair Pasal 310 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,” kata Fathur, Rabu (19/1/2022). Perkara terjadi pada Sabtu (4/9/2021) sekitar pukul 06.00 WIB di Jalan Lintas Selatan tepatnya di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang. Saat itu, terdakwa mengemudikan kendaraan truk dari arah barat menuju kearah timur dengan kecepatan sekitar 40 km/jam. Ketika melintasi perempatan jalan, bersamaan dari arah utara ke selatan, muncul sepeda motor. Terdakwa kaget dan langsung menginjak rem dalam-dalam. Namun, karena jaraknya sudah dekat, tabrakanpun tidak terelakkan. Ironisnya, terdakwa justru terus mengemudikan kendaraannya untuk menuju rumah dan tidak menolong korban. Terdakwa sendiri tinggal di di Desa Sempolan Kecamatan Silo Kabupaten Jember. “Setelah kecelakaan itu, saksi Arif Sugiono dan Yusuf beserta warga berdatangan mendekati korban Sura’i. Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Yosowilangun dan kemudian dibawa ke RSUD Dr Haryoto, Lumajang,” kata Fathur. Fathur menambahkan, korban selama dirawat di RSUD Dr. Haryoto Lumajang sudah dijenguk oleh keluarga pihak dari terdakwa. Mereka juga membantu biaya pengobatan korban berupa uang sebesar Rp5 juta dan membelikan kursi roda. Terdakwa juga sanggup membantu biaya pengobatan korban sampai sembuh. “Pada tanggal 10 September 2021 juga telah dilakukan upaya damai antara terdakwa dengan korban,” ujarnya. Lebih jauh Fathur menjelaskan, penghentian penuntutan ini dilakukan setelah sejumlah syarat terpenuhi. Diantaranya, berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 200 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. “Selain itu, terdakwa dilingkungan tempat tinggalnya dikenal baik. Akibat dari kejadian itu, terdakwa juga kehilangan mata pencaharian sebagai sopir. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari hari keluarganya, terdakwa bekerja secara serabutan,” pungkasnya. (Jak)
Sumber: