Cinta di Persimpangan (5-habis)

Cinta di Persimpangan (5-habis)

Dikepung 5 Satpam

Akhirnya Chacha memutuskan melanjutkan pencarian sendiri. Dia menginap di hotel terdekat dengan rumah Lutfi dan Winta. Hampir setiap hari Chacha menyanggong kedatangan Lutfi di depan rumahnya. Mulai selepas Subuh hingga pukul 20.00. Itu dia lakukan lebih kurang dua pekan tanpa sela. Ketelatenan dan doa-doa Chacha akhirnya membuahkan hasil. Suatu malam dia melihat kedatangan sedan Porsche mendekati gerbang rumah. Chacha spontan  menghidupkan mesin kendaraan sewanya dan melesat mengikuti Porsche masuk rumah sebelum gerbang tertutup. Hampir saja dia menabrak mobil mewah tadi, tapi beruntung Chacha sempat membanting setirnya ke kiri. Dari dalam mobil, Chacha melihat Lutfi dan Winta turun dari Porsche dan mendekatinya. Lima satpam bergegas mengepung mobil Chacha. “Aku segera turun dan langsung disegap para satpam,” cerita Chacha Ikin. Lutfi melihat adegan itu. Winta bergegas masuk rumah, meninggalkan Lutfi yang terpaku. “Lutfi segera meminta para satpam meninggalkan tempat,” kata Chacha, yang menambahkan bahwa suaminya tersebut dengan lembut meraih pundaknya dan membimbing Chacha masuk rumah. Tanpa Chacha sangka, Winta sudah menunggunya sambil duduk anggun di sebuah sofa. “Maafkan kami,” katanya seraya berdiri dan menyalami Chacha. “Aku terpaksa merebut Kak Lutfi tanpa seizin Kak Chacha,” tambah Winta sambil menekuk lututnya menyentuh tanah di depan Chacha. Singkat cerita, malam itu Chacha, Winta, dan Lutfi terlibat pembicaraan serius. Beruntung mereka dapat mengendalikan emosi masing-masing sehingga tidak pecah perang besar. “Intinya Winta ingin kami berbagi suami,” tutur Chacha seperti ditirukan Ikin. Chacha lost for words. Dia bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan atau diucapkan. Dia hanya mampu memandangi kosong wajah polos Winta dan wajah-wajah innocent anaknya. Chacha semakin kehilangan sikap ketika melihat Winta mulai menitikkan air mata dan merangkul kakinya. Tanpa bersuara, Chacha lantas meninggalkan Lutfi dan keluarga barunya vs Winta dan kedua anak mereka. Keesokan hari Chacha terbang ke Surabaya tanpa semangat. Pikirannya kosong. Sepanjang perjalanan dia habiskan waktunya hanya untuk berzikir, zikir, dan zikir. Sesampai di rumah, anak-anak yang tidak mengerti masalah yang dihadapi orang tuanya hanya bisa memandang penuh tanya mengapa ibunya berwajah murung. Sampai Chacha dua kali menemui Ikin pun, dia belum membuka masalah yang dia hadapi kepada anak-anak. “Sampai sekarang pun Winta belum memutuskan, akan menggugat cerai Lutfi atau tidak. Dia mengaku bingung dan sudah dua kali minta pertimbanganku,” kata Ikin yang ternyata teman Chacha semasa SMA. Ikin juga mengenal Lutfi sebagai lawan tangguh saat pertandingan basket semasa sekolah. (jos, habis)  

Sumber: