Gubernur Khofifah Ajak Pemda Perkuat Mitigasi Gempa dan Tsunami
Surabaya, Memorandum.co.id - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak pemerintah kabupaten/kota disepanjang selatan Jawa Timur memperkuat mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami. Hal ini menyusul selama kurun lima tahun terakhir Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat aktivitas kegempaan di wilayah tersebut mengalami peningkatan. Khofifah meminta kepala daerah segera melakukan audit kelayakan konstruksi bangunan dan infrastruktur, penyiapan jalur dan sarana prasarana evakuasi yang layak dan memadai. "Penguatan mitigasi harus dilakukan untuk meminimalisir dampak yang terjadi jika sewaktu-waktu gempa bumi dan tsunami menghantam selatan Jatim," ungkap Khofifah saat mengunjungi wilayah terdampak gempa di Desa Ambulu, Dusun Krajan, Kecamatan Ambulu, Kab. Jember dilanjutkan ke pantai Watu Ulo sentra gempa pada Sabtu (18/12). Berdasarkan catatan BMKG, sepanjang tahun 2013-2015, jumlah gempa bumi di Jawa Timur dengan beragam magnitudo terjadi kurang dari 230 kali per tahun. Akan tetapi pada 2016 hingga 2020, jumlah gempa bumi dengan beragam magnitudo meningkat menjadi lebih dari 450 kali setahun, dengan frekuensi tertinggi 655 kali yaitu pada 2016. Pemerintah Daerah menurut Khofifah harus segera membuat rencana aksi dengan berbagai skenario, dari yang ringan hingga antisipasi terburuk. Rencana aksi tersebut harus juga mencakup jalur evakuasi, proses evakuasi dan pola penanganan pengungsi jika bencana terjadi. Lanjut Khofifah, perlu juga penguatan dalam hal literasi bencana masyarakat. Dengan begitu masyarakat tidak gagap dan bingung serta tahu harus berbuat apa saat bencana terjadi. "Masyarakat ini harus mengerti kalau memang suatu daerah berpotensi untuk tsunami, gempa sebenarnya sudah menjadi early warning sistem. Maka sosialisasi tentang mitigasi bencana harus ditingkatkan karena masyarakat harus bisa melakukan evakuasi mandiri," jelasnya. Sementara itu, Kepala Pusat Seismologi Teknik BMKG Pusat, Rakhmat mengatakan gempa berkekuatan 5,1 SR itu tidak berpotensi menimbulkan tsunami maupun kerusakan parah. Hanya saja, permasalahan ada pada struktur bangunan warga yang tidak kuat. "Jadi ini ada yang salah kalau sampai ada kerusakan seperti ini. Nah, ini biasanya ada pada konstruksi warga yang tidak kokoh dan kuat. Ini yang seharusnya diperbaiki," terangnya. Rakhmat menambahkan, pemerintah berperan penting dalam menanggulangi hal-hal seperti ini. Ia berpendapat, harus ada kebijakan ketat terkait pembangunan suatu bangunan. "Ini tugas kita bersama. Pemerintah harus ketat dalam memberikan ijin untuk bangunan. Pengecekan konstruksi harus ketat pula. Jadi struktur bangunan harus dibuat siap untuk skenario terburuk," tekannya. Di akhir, Rakhmat menjelaskan bahwa masih akan ada potensi gempa berkekuatan besar yang timbul di selatan Jawa Timur. Untuk itu, sudah harus ada penanganan dan persiapan dari sekarang. "Skenario terburuk ada di Selatan Jawa dengan skala VI VII MMI. Potensi kerusakan luar biasa dan bisa menimbulkan tsunami sampai 29 meter. Kerusakan juga berdampak ke 200-250 km dari bibir pantai. Sumber gempa sudah ada di sana dengan magnitudo 7.0, termasuk di daratan juga ada. Jadi kita sudah harus bersiap dari sekarang," tutupnya. (day)
Sumber: