Saksi Sebut Peta Objek Sengketa Berada di Kelurahan Lontar

Saksi Sebut Peta Objek Sengketa Berada di Kelurahan Lontar

Surabaya, Memorandum.co.id - Harun Ismail dihadirkan sebagai saksi fakta dalam persidangan gugatan perdata perbuatan melawan hukum antara Mulya Hadi (penggugat) dan Widowati Hartono (tergugat). Mantan Lurah Lontar periode 2005-2013 menyebut peta kretek objek sengketa lahan seluas 6.850 meter persegi di Puncak Permai III nomer 5-7 Surabaya, terletak di kelurahan yang dipimpinnya saat itu. Dalam keterangannya, Harun yang saat ini bertugas di Kecamatan Sambikerep itu mengaku pernah melayani ahli waris Randim P Warsiah. Hal itu terkait dengan permohonan pengurusan sertifikat tanah. "Objeknya itu terletak di Jalan Simpang Darmo. Tepatnya di belakang apartemen. Peta obyek terletak di Kelurahan Lontar. Itu berdasarkan peta kretek kelurahan. Di mana saya yang menjabat lurahnya saat itu," terang Harun saat memberikan keterangan di ruang Garuda, Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (7/12). Saat ditanya kuasa hukum penggugat, Johanes Dipa Widjaja perihal adanya putusan PTUN dan siapa pemenangnya, Harun mengaku mengetahuinya. "Pernah tahu. Dimenangkan ahli waris," ujarnya. Kemudian, saat dilanjutkan dengan pertanyaan apakah ada pemekaran Kelurahan Lontar, Harun mengatakan tidak ada. "Tidak ada. Kelurahan Lontar berdiri sendiri. Hanya ada pemekaran kecamatan. Awalnya ikut Karangpilang, lalu Lakarsantri dan terakhir Sambikerep," katanya. Harun lalu menjelaskan tidak ada pembebasan yang tercatat di buku letter C oleh PT Darmo Permai. Dirinya juga mengetahui pernah ada kasus serupa dimana SHGB tertulis Pradahkali Kendal menunjuk obyek di Lontar. "Pernah ada. Dan putusannya dimenangkan ahli waris. SHGB Pradahkali Kendal akhirnya dibatalkan," jelas Harun saat ditanya Johanes. Sedangkan terkait klansiran, Harun mengaku ada dua klansiran yaitu klansiran tahun 1960 dan 1973. Apabila ada warga yang akan mengurus sertifikat namun datanya tidak tercata di klansiran tahun 1973, maka akan dilihat pada klansiran tahun 1960. "Untuk warga yang akan mengurus tanah apabila tidak ada di klansiran 73 maka dilihat di klansiran 60," ucap Harun. Sementara itu, Adi dharma, kuasa hukum tergugat, mempertanyaan apa yang dibawa ahli waris saat mengajukan permohonan pengurusan sertifikat kepada Harun. Mendapati pertanyaan itu, Harun menjawab bahwa yang dibawa adalah bukti-bukti kepemilikan. "Bawa bukti-bukti. Ada yang asli dan copyan. Lalu saya ditunjukkan oleh ahli waris menunjuk di sebelah JA School. Ada lahan kosong dan ada temboknya," kata Harun. Sedangkan saat ditanya terkait penguasaan fisik, Harun kembali menyampaikan hanya berupa tanah kosong. Untuk fisik yang dimohonkan 10 ribu meter persegi."Hanya ditunjukkan tanah luasnya 10 ribu meter persegi. Puncak permai tidak berubah," ujarnya. Saat ditanya terkait pemberian nomer persil, Harun mengatakan sesuau klansiran tahun 1973. Untuk peta klansiran tahun 1960 hanya berupa copyan saja."Yang asli setahu saya di Pemkot Surabaya,"ujarnya. Ditambahkan Harun, bahwa persil merupakan gabungan dari beberapa sertifikat. Untuk luas persisnya dia mengaku tidak tahu. "Harus lihat data dulu," katanya. Terkait dengan putusan PTUN, Harun kembali menegaskan dirinya hanya tahu dimenangkan oleh ahli waris yang mengajukan permohonan pengurusan sertifikat kepadanya. "Saya tahu. Dan dimenangkan oleh ahli waris. Kalau ada gugatan lainnya saya tidak tahu," jelasnya. Sedangkan untuk masalah administrasi, saat ditanyakan apabila ada tanah sudah bersertifikat, Apa boleh satu objek tanah bisa diterbitkan sertifikat melalui surat keterangn lurah, Harun menjawab berdasarkan buku letter C. "Dasarnya cataran buku letter C. Bila sudah ada sertifikat tidak akan bisa ngurus sertifikat lagi," pungkasnya.(mg5)

Sumber: