Bunga Desa vs Pejantan Tangguh (5)

Bunga Desa vs Pejantan Tangguh (5)

Lika tidak pernah membayangkan Novan ternyata berperilaku menyimpang seperti itu. Lika bertekad menyampaikan fakta yang tampak di depan matanya kepada Dinda.   Sudah tidak bisa disembunyikan. Tidak bisa! Lika juga menyayangkan lelaki dengan fisik sempurna tersebut terjerat ranjau kemaksiatan senista itu. Padahal, Dinda merupakan perempuan cantik yang jadi idola banyak orang. Bukan hanya bunga desa, dia layak dijuluki ratu kecantikan dunia.   Selama perjalanan pulang sore harinya, Lika merancang kalimat-kalimat yang akan disampaikan ke Dinda. Tidak mudah, tapi Lika terus berusaha. Saking tidak yakinnya terhadap diri sendri, Lika sampai menuliskan rancangan kalimat-kalimat tadi. Dia berharap Dinda memahaminya tanpa harus merasa terlalu tersakiti.   Benarkah bisa semudah itu menyampaikan kabar penyelewengan seorang suami kepada istri? Apalagi ini bukan penyelewengan biasa. Hatinya berperang. Saling tarik-ulur.   Hingga sampai rumah, Lika belum menemukan format kalimat yang tepat untuk disampaikan kepada Dinda. Lika malah dikejutkan kenyataan bahwa saat itu Novan sudah berada di rumah. Sedang makan malam.   Lika dan seorang teman yang indekos di rumah tersebut, sebut saja Eli, langsung bergabung. Makan Malam itu menjadi moment yang menyiksa bagi Lika. Bayangan kemesraan Novan dengan teman lelakinya terus membayang. Lika tidak berani menatap wajah Novan. Takut lelaki tersebut tahu bahwa Lika sudah tahu semua realita busuknya. Gadis bermata rembulan itu tidak sanggup menghabiskan makanannya. Dia minta izin meninggalkan tempat lebih dulu. Tapi baru hendak menapakkan langkah, Novan menyebut namanya. “Lika.” Dada Lika berdetak keras. Takut apa yang dia khawatirkan tadi jadi kenyataan. “Sabtu depan ada acara nggak? Aku ingin mengajak kalian bertiga week end di Pacet. Aku menemukan persewaan vila yang bagus,” imbuh Novan. Tensi kekhawatiran Lika menurun. Detak jantungnya kembali normal. “Maaf Mas, Lika ada acara sendiri. Menyelesaikan skripsi ramai-ramai dengan teman-teman,” katanya. Teryata Dinda juga menolak. Demikian jula Eli. Dia beralasan sepupunya di desa akan menikah. Dia harus rewang-rewang. “Tapi cuma sehari kok. Minggunya aku sudah balik ke sini.” Hari Sabtu tiba. Seisi rumah sibuk dengan urusan masing-masing. Dinda bersiap diri akan menghadiri arisan, Eli pulang kampung menghadiri pernikahan sepupu, Lika hendak menyelesaikan tugas skripsi. Hanya Novan yang tidak punya agenda acara karena rencananya mengajak week end ditolak secara aklamasi. Lika sendiri berangkat ke Batu. Ke vila yang sama dengan yang acara Sabtu-Minggu pekan sebelumnya. Hampir seharian waktunya habis untuk acara membahas bahan-bahan skripsi. Selepas Ashar, Lika mencari udara segar di halam belakang vila. Tempatnya bakar-bakar pekan lalu. Sepi. Hanya ada embusan angin. Tiba-tiba secara samar terdengar bunyi air dibelah. Berkecipak. Dengan malas Lika menoleh ke asal suara. Ternyata dari vila yang pekan lalu dijadikan tempat indehoi Novan dengan rekan lelakinya. Terlihat dua lelaki dengan hanya memakai celana dalam berkubang di kolam. Terburu-buru Lika mencari teropong. Dapat. Lika langsung mengarahkan moncong teropong ke kolam renang. Di balik teropong, Lika kembali menyaksikan Novan beradegan mesra dengan seorang lelaki. Tapi, kali ini lebih agak tua dibanding pekan lalu. Samar-samar terlihat pergumulan seru. Seperti singa padang pasir bertarung vs kuda nil Mesir. Panas. Lika mencari-cari titik focus teropong. Dan… duh Gusti… ternyata lawan bergumul Novan adalah pamannya, Parmin. Sosok yang menjodohkan Dinda vs Novan. (jos, bersambung)  

Sumber: