Bunga Desa vs Pejantan Tangguh (3)
Mengajar Senam Istri Pejabat
Tidak ada kemesraan. Tidak ada romantisme. Dinda diperlakukan seperti anak kecil yang baru turun ayunan ombak banyu. Dinda kehilangan selera. Sejak itu dia memandang suaminya tak lebih dari pekerja seks. Tukang seks. Tukang yang dibayar untuk melakukan tugasnya. Cuma, kali ini Dinda mendapat jatah gratisan sebagai istri. Dari suami. Huh! Makanya, Novan melakukan tugas sekadarnya. Asal-asalan. Asal pasangan puas. Asal pasangan mencapai puncak. Kalau belum yang diulangi. Gitu aja kok repot. Itulah yang dirasakan Dinda. Karena masih pengantin baru, Dinda yang masih demen-demen-nya ngeseks merasa memerlukan sentuhan Novan. Namun, lambat laun hal itu dirasakan semakin menekan naluri kewanitaannya. Dinda merasakan dirinya diperlakukan tak lebih dari pemakai jasa seks. Nggilani. Dinda yang dulu sempat bermimpi menikah dengan lelaki yang penuh perhatian dan kasih sayang harus membuang jauh-jauh impian itu. Novan adalah sosok watu. Watu item. Dingin dan nyaris tidak mau tau dengan orang lain. Selama menikah dengannya, sekali pun Dinda tidak pernah diajak keluar rumah untuk sekadar makan malam di luar. Nonton. Atau jalan-jalan di Taman Bungkul. Sama sekali tidak pernah. Di rumah saja, kerja Novan hanya tidur dan fitness. Pukul 10.00 tet dia sudah disibukkan urusan sebagai instruktur senam. Baik di rumah maupun memenuhi panggilan klien. Setiap hari Novan melatih senam di sanggar yang dibangun di samping rumah. Sejak pukul 10.00 hingga pukul 12.00. Di luar itu, Novan melayani panggilan. Ada yang kelompok, namun tidak jarang yang pribadi. Personal. Biasanya yang minta dilatih secara personal adalah wanita-wanita karier muda atau istri-istri pejabat. Sosialita. “Jujur saja, Mbak Dinda sempat cemburu kepada istri-istri pejabat itu. Mereka endel-endel. Genit,” kata Lika, yang mengaku dirinya sendiri juga memiliki perasaan yang sama. Sejak Dinda menikah, Lika memang ikut tinggal serumah dengan saudara sepupunya itu di Surabaya. Lika kuliah di perguruan tinggi negeri kawasan Surabaya Barat. Saking jengkelnya terhadap emak-emak tadi, Lika mengaku pernah nekat ngikutin salah satu dari mereka yang ikut senam privat di rumah. Ternyata dia menunjukkan gerak-gerik mencurigakan. Seperti dugaan Lika, wanita ber-make up murup itu janjian dengan Novan. Mereka sepakat ketemu di ujung jalan. Novan menunggu di balik pohon. Begitu mobil wanita murup tadi melintas dan berhenti sejenak, Novan segera masuk. Lika yang membawa motor mengikuti dari belakang. Ternyata mobil sosialita tadi mengarah ke Jalan A Yani, terus lurus ke selatan. Arah Sidoarjo. “Aku kira mereka bakal masuk tol, karena di bundaran Waru sempat belok ke kanan,” kata Lika. Ternyata mereka hanya mengitari bundaran, terus bablas ke selatan. Entah apa maksudnya pakai puter-puter segala. Tetapi tidak ke arah Kota Sidoarjo, mobil banting setir ke kiri begitu sampai Aloha. “Masa mereka ke Juanda? Tapi, mau ke mana? Masa ke Singapura?” Dibatin begitu, tiba-tiba mobil berkelok ke sebuah hotel. Sliut… Lika mengikuti. (jos, bersambung)Sumber: