Tiga Orang Saksi Bongkar Modus Jual Beli Darah Konvalesen

Tiga Orang Saksi Bongkar Modus Jual Beli Darah Konvalesen

Surabaya, memorandum.co.id - Tiga orang saksi dalam perkara jual-beli darah konvalesen, membeberkan kronologi terjadinya perkara yang menjerat Yogi Agung Prima Wardana, anak kandung mantan ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardana. Mereka adalah Rina Indah (pembeli), Susanto Hari Asmoro (pendonor) dan Rico Angga (pendonor). Ketiga orang saksi tersebut, memberikan keterangannya secara bergiliran di hadapan majelis hakim yang diketuai Martin Ginting dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki dan Bunari. Sedangkan terdakwa bersama kedua orang koleganya Bernadya Anisah Krismaningtyas dan Mohammad Yunus Efendi (keduanya dalam berkas terpisah) didampingi penasihat hukumnya, Utcok Jimmy Lamhot. Dalam kesaksiannya, Rina Indah mengaku tak mengenal terdakwa Yogi. Saat itu, Rina membutuhkan donor plasma konvalesen untuk kakaknya yang sedang kritis di RS Paru Surabaya. Rina lalu diberi tahu oleh seseorang untuk menghubungi Ana Mardiana yang tak lain adalah istri Yogi. "Saat itu lah saya menghubungi Ana Mardiana. Itu saya nomornya dikasih tahu teman Bu Ana. Saya hubungi lewat chatting kalau butuh donor darah," ujar Rina. Rina akhirnya mendapat plasma konvalesen untuk golongan O+ itu usai menghubungi Ana. Namun saat itu, Rina dimintai uang sebesar Rp 5,5 juga jika ingin cepat. "Lalu saya bayar, katanya Rp 3 juta untuk pendonor dan Rp 2 juta untuk PMI," ujar Rina. Rina lalu membayar uang itu ke rekening atas nama M. Fauzi. Setelah ditransfer, lalu Rina diminta untuk mengambil darahnya melalui rumah sakit. Kesaksian Rina itu rupanya membuat terkejut Susanto Hari Asmoro, pendonor darah PMI. Dalam kesaksiannya, Susanto mengaku tak pernah mendapat uang sebagai pendonor. Di samping itu, saat mendonor di PMI, dia bertemu dengan terdakwa Yunus. Bahkan Yunus mendampingi dan ikut mengarahkan Susanto di PMI. "Biasanya kan ngisi formulir sendiri, ini saya tiba-tiba dikasih formulir warga putih dan pink rangkap. Saya tinggal tandatangan saja karena formulir sudah diisi Yunus," bebernya. Hal yang sama juga diungkapkan saksi Rico. Niat baiknya untuk membantu pasien Covid-19 justru dijadikan mainan. Saat itu Rico datang ke PMI berniat donor. Dia saat itu bertemu dengan Yunus. Formulir putih yang semula dia isi berwarna lalu diminta untuk diganti oleh Yunus dengan formulir kuning dan pink. Saat itu Rico mengaku seperti diarahkan dan didampingi selama proses pendonoran. "Ini mas saya sudah isi, masnya tinggal tandatangan saja, kata Yunus begitu. Terkait dengan fee, itu juga enggak ada saya enggak dapat," beber Rico. Terkait hal itu, saksi Yunus mengaku keberatan dengan kesaksian para saksi yang dihadirkan itu. Yunus membantah kesaksian para saksi itu. "Saya tak pernah menulis di form kuning dan pink itu. Bahkan nama pendonor sendiri yang nulis," ujar Yunus membantah. Selain itu, Kabid Pelayananan Humas PMI Kota Surabaya, Martono Adi Triyogo, dan juga Fitrianawati, bagian pengadaan darah PMI Surabaya juga memberikan keterangan terkait prosedur aliran pengadaan darah konvalesen. Usai sidang, saat disinggung terkait pembayaran sebesar Rp 5,5 juta, penasihat hukum terdakwa, Utcok Jimmy Lamhot mengatakan jika itu adalah yang tanda terimakasih. "Iya jumlah itu plus sama yang bayar ke PMI. Jadi itu jadi satu," tandasnya. (mg5)

Sumber: