PD Pasar Surya Terlilit Utang Pajak Rp18 Miliar, Komisi B Dorong Ikuti Tax Amnesty

PD Pasar Surya Terlilit Utang Pajak Rp18 Miliar, Komisi B Dorong Ikuti Tax Amnesty

Surabaya, memorandum.co.id - Komisi B DPRD Surabaya kembali melayangkan koreksi kepada Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS). Legislatif menilai, pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkot Surabaya itu buruk. Selain disebut tak berkontribusi dalam menyumbang PAD (pendapatan asli daerah), PDPS juga masih memendam utang pajak sebesar Rp18 miliar. Hal itu dituturkan Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Mahfudz seusai rapat pembahasan R-APBD 2022. Bahwa PDPS terlilit hutang pajak Rp18 miliar. Hutang tersebut sepeninggal jajaran direksi sebelumnya. "Utang itu merupakan utang pajak. Warisan dari direksi sebelumnya. PD Pasar masih memiliki utang pajak yang saat ini tersisa 18 miliar," demikian katanya, Jumat (29/10/2021). Untuk itu, Mahfudz mendorong PDPS mengikuti tax amnesty. Selain itu, dia juga mendesak PD Pasar Surya agar memanfaatkan potensi yang ada. “PD Pasar tidak akan pernah bangkit dan tumbuh lagi kalau kalau masih ada hutang," cetus wakil rakyat dari Fraksi PKB ini. Kendati demikian, Mahfudz masih menaruh harap. Menurutnya, untuk membangkitkan kembali keperkasaan PDPS maka harus dapat memanfaatkan beberapa titik srategis pasar. Salah satunya dari titik parkir di pasar, titik reklame, hingga tempat-tempat yang bisa menjadi ladang kerja sama yang selama ini oleh PDPS belum dimaksimalkan. “Ini potensi juga. Makanya saya kira masih banyak cara untuk membangkitkan kembali keperkasaan PD Pasar. Sebab pasar adalah tempat sentral perekonomian bagi kita, para rakyat kecil di pasar," tandasnya. Sementara itu, Direktur Keuangan PD Pasar Surya Sutjahjo membenarkan bila PDPS masih terlilit hutang miliaran. Namun pihaknya terus berusaha melunasi utang tersebut. "Untuk utang pajak sendiri sebelumnya sekitar 20 miliar dan sekarang sudah menjadi 18 miliar. Sedangkan untuk utang-utang yang lain sudah banyak yang terkoreksi, sudah belasan miliar yang terbayar sejak 2019 hingga 2020," bebernya. Disinggung soal setoran dividen yang kerap dipertanyakan legislatif, lebih-lebih masih dalam kemelut utang, Sutjahjo menandaskan bahwa dividen tersebut merujuk pada PAD  yang mana harus dibayarkan oleh setiap BUMD dan itu merupakan salah satu kewajiban mutlak. "Jadi memang harus dibayarkan. Tetapi masalahnya kita saat ini sedang melakukan reschedule terhadap masalah kewajiban-kewajiban yang cukup besar dan itu sudah kami lakukan secara bertahap," jelasnya. Adapun soal dividen yang telah disetorkan, Sutjahjo menyebutkan jika tahun 2019 dibayarkan pada 2020 sebesar Rp775 juta. Sedangkan untuk dividen 2020 dan harus dibayarkan pada 2021 yakni, sejumlag Rp237 juta. (mg3)

Sumber: