Pemkot Malang Perkuat Kawasan Tanpa Rokok
Malang, Memorandum.co.id - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang menggelar kegiatan ‘Advokasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Upaya Berhenti Merokok (UBM)’, di Hotel Atria Kota Malang, Kamis (28/10/2021). Kegiatan ini untuk pencegahan dan deteksi dini faktor penyakit tidak menular (PTM), khususnya penyakit akibat merokok. Ini diikuti 62 peserta perwakilan perangkat daerah, penyusun program puskesmas, perwakilan guru unit kesehatan sekolah (UKS) SMA/ sederajat dan komunitas masyarakat. Wali Kota Malang Drs H Sutiaji menyampaikan upaya peningkatan kesehatan sangat terkait dengan tanggung jawab setiap pribadi, termasuk saat merokok. Menurutnya, merokok memang hak setiap orang, tapi sebaliknya juga hak asasi orang lain untuk sehat dan tidak merokok. “Maka dari itu, tentu harus kita atur dan sadari bahwa ada batasan ruang dan waktu demi melindungi generasi emas Indonesia yang sehat,” kata Wali Kota Sutiaji. Kepala Dinkes Kota Malang dr Husnul Muarif mengatakan meskipun saat ini fokus masyarakat banyak mencermati pandemi, namun jajarannya terus siap membangun literasi yang diharapkan merubah pola hidup demi penurunan risiko penyakit tidak menular. “Selain advokasi, kami juga terus laksanakan konseling upaya berhenti merokok dan segera siapkan rancangan peraturan wali kota (perwal) untuk kuatkan penegakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok,” jelasnya. Narasumber dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Yohana Rina menyampaikan berdasarkan data tobaccoatlas.org, jumlah pengguna tembakau di Indonesia mencapai lebih dari 130 juta orang atau menempati peringkat keempat negara dengan populasi besar pengguna tembakau setelah India, Amerika Serikat, dan Brazil. Dalam lingkup regional berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 rata-rata perokok usia 10-18 tahun di Provinsi Jawa Timur mencapai 9,8% populasi atau lebih tinggi dari angka nasional 9,1%. Sedangkan di Kota Malang angkanya mencapai 12,6% yang artinya lebih tinggi dari rata-rata Jawa Timur dan nasional. Hal ini mengidentifikasikan adanya risiko penyakit tidak menular yang cukup tinggi dan perlunya terus ditumbuhkan kesadaran akan bahaya merokok. Dampaknya, biaya kesehatan untuk menangani berbagai penyakit akibat merokok semakin melonjak dan membebani anggaran kesehatan nasional maupun daerah. Pada tataran lokal, tercatat penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mencapai 29.546 orang dan berada pada ranking kedua kasus penyakit terbanyak di Kota Malang tahun 2020 setelah hipertensi. Kunci membalikkan situasi ini menurut Rina adalah cara pandang terhadap risiko kesehatan yang dihadapi. Hal tersebut, terlebih jika sudah menyangkut kebiasaan merokok memang tidak mudah diterima oleh masyarakat yang termasuk golongan perokok. Namun tentu harus terus dibangun dengan berbagai ikhtiar bersama. “Kesehatan harus menjadi kebutuhan masing-masing pribadi,” ujarnya. (ari/gus)
Sumber: