Dada Risa Mbletrek seperti Telur Ceplok, Mr P Novan Mlotrok
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Baru beberapa bulan terakhir Risa menunjukkan perubahan sikap drastis. Dia suka menyendiri, sulit ditemui, bahkan selalu menghindar bila diajak berbincang. Aktivitas sehari-harinya hanya mengurung di kamar. Demikian juga Novan. Ulum yang penasaran lantas memaksa adiknya buka mulut. Untuk itu, dia sampai tega harus menampar Risa, walau tamparan tadi tidak dimaksudkan untuk menyakiti. Pengakuan mengejutkan keluar dari mulut Risa. Dia dan suaminya sama-sama terserang penyakit aneh. Titik-titik di tubuhnya yang disuntik silikon melepuh. Kulitnya seperti terbakar. Dan yang menjijikkan: dada Risa mbletrek seperti telur ceplok dan Mr P Novan mlotrok kayak pentung hansip terpanggang. Tanpa berpikir panjang Ulum spontan mengancam Risa agar segera mengajukan gugatan cerai. Bila tidak, Ulum tidak akan bersedia mengobatkan adiknya tersebut. “Mas Novan?” tanya Risa. Lirih. “Biarkan suamimu mengurus diri sendiri. Bila tidak mampu berobat, mampus saja sekalian,” kata Ulum mengulang perkataannya di depan Risa. Akhir-akhir ini Ulum merasakan adiknya mulai tertular penyakit Novan. Selain suntik silikon, Risa juga bersedia ketika diperintah Novan untuk mencambuk dirinya di tengah permainan. Ini diakui Risa. Baru sekitar dua minggu lalu adiknya minta formulir untuk mengurus keperluan cerai. Risa bahkan baru berencana mendaftarkan gugatan cerainya di PA. Itu pun tampak masih ragu-ragu. “Seperi njenengan lihat tadi, dia tak mau beranjak dari tempat duduknya. Mungkin perlu agak dipaksa. Nanti akan kulakukan,” ujar Ulum. Dia secepatnya berdiri dan hendak melangkah masuk gedung PA. Memorandum mencoba mencegah, “Biarkan dia berpikir. Di sini saja dulu.” Menjelang azan Asar, kami kembali masuk gedung PA. Namun, Risa tidak berada di tempatnya semula. Kami segera berkeliling ruangan, tapi yang kami cari belum juga menampakkan batang hidungnya. Kami tanya ke beberapa orang di ruang tunggu, yang saat itu mulai agak sepi, ternyata tidak ada yang tahu. Kami mencoba melongok ke tempat pendaftaran, tidak ada pula. Tiba-tiba HP Ulum berbunyi. “Oke, tunggu saja di situ sampai aku tiba,” kata Ulum berbicara dengan seseorang di telepon, “Adik menungguku di tempat parkir motor. Semua sudah beres!” Kami segera beranjak ke tempat parkir untuk sama-sama pulang. Namun baru keluar gedung, Ulum mendadak berlari. Dia menuju tempat di mana Risa menunggu. Ulum kaget karena Risa berada di dalam pelukan seorang pria. Mak-sret… Ulum menarik kerah baju pria itu dan mengancamnya. “Aku ingatkan, mulai sekarang jauhi adikku. Kalau masih mendekatinya, kamu berurusan dengan aku,” ancamnya. Memorandum menduga pria itu adalah Novan. Dia diam saja tak bereaksi. Wajahnya kuyu. (habis)
Sumber: