Kejantanan Dikunci Istri? (2)

Kejantanan Dikunci Istri? (2)

Volume Senjatanya Ditambah

Sesampai di dalam, tanpa pendahulan tetek bengek, Guntur to the point ke inti acara: gituan. Namun apa yang terjadi? Senjatanya tiba-tiba loyo saat sudah siap tempur di gerbang laga. Guntur kaget dan berupaya berdiri tegak. Tapi sisa-sia. Selalu gagal. Berbagai upaya sudah dicoba, namun hal yang sama selalu terjadi. Guntur putus asa. Tapi sahabatnya tidak. Sang sahabat menukar guling mbak terapis. Dicari yang lebih cantik dan bahenol. Tapi tak berpengaruh juga. Tidak ada hasilnya. Bahkan, terapis senior yang dikenal jago membangkitkan semangat lawan tidak berkutik. Akhirnya Guntur malah pulang dengan tangan hampa. Masih tetep dalam kodisi kemeng. Bahkan lebih kemeng dari semula. “Saya diminta sabar oleh sahabat tadi dan besok atau lusa akan diajak mencoba lagi,” kata Guntur. Tapi celaka kuadrat. Makin dicoba, semakin ngadat. Guntur mengaku mengibarkan bendera putih setelah kegagalannya yang ke-11. Saat itu kebetulan ada sahabat lain yang melihat kasus Guntur dengan kacamata lain. “Jangan-jangan kamu dikunci sama isrimu!” kata sahabat itu seperti ditirukan Guntur kepada pengacaranya dan diteruskan kepada Memorandum. Kecurigaan baru ini benar-benar mengagetkan. Guntur makin terpuruk. Namun, kemudian sahabat tadi menambahkan, kalau memang itu yang terjadi dia sanggup menolong. “Kita bisa minta tolong Mbah Dugo (nama sebenarnya, red). Pasti beres,” kata sahabat tadi membuka harapan baru bagi Guntur. Tanpa membuang waktu, mereka janjian selepas esok paginya cabut ke rumah Mbah Dugo di kawasan lereng Lawu. “Kami dibawa masuk kamar praktiknya yang menyeramkan. Di sudut-sudut ruangan terdapat patung sebesar kepalan tangan disandarkan ke dinding. Bau kemenyan menyengat,” cerita Guntur.. Setelah dia menyampaikan maksud kedatangannya, Mbah Dugo membimbing Guntur masuk ke kamar lain. Tak lama, hanya beberapa menit. Keluar lagi, Guntur sudah berganti memakai sarung. Guntur didudukkan di depan Mbah Dugo. Lantas disisipkan pawonan dupo di banwah sarung Guntur. Mbah Dugo melakukan itu semua sambil komat-kamit. Kadang gerak bibirnya lambat, namun di saat yang lain sangat cepat. Mirip Denada menyanyi dangdut bernada rap. Sekitar satu setengah jam baru usai. Kata Mbah Dugo, sekarang senjata Guntur sudah bisa dipakai di mana saja, kapan saja, sama siapa saja. “Nak Guntur saya kasih bonus. Volume senjatanya saya tambah sedikit biar makin jos,” katanya. Rombongan pulang. Guntur tidak bisa menyembunyikan kegembiraan. Sepanjang jalan senyumnya selalu merekah. Berkali-kali dia meraba resleting celananya. (jos, bersambung)  

Sumber: