Ada Anak Putus Sekolah di Surabaya? Laporkan
Surabaya, memorandum.co.id - Ketua Fraksi PSI DPRD Surabaya, Tjutjuk Supariyono menyatakan, keberadaan pandemi Covid-19 yang hampir menyentuh dua tahun memberikan dampak yang buruk bagi tatanan kehidupan. Tidak hanya pada bidang kesehatan, tetapi hampir pada seluruh elemen kehidupan masyarakat. Efek domino dari wabah ini kemudian juga memengaruhi bidang ekonomi. Tjutuk menyebut, angka pengangguran meningkat tajam, disusul dengan kesulitan ekonomi yang salah satunya berdampak pada anak-anak yang terpaksa putus sekolah. Sehingga sebagai legislator, dia mengimbau masyarakat agar segera melaporkan apabila menemukan keberadaan anak yang putus sekolah. Dia juga mengapresiasi kerja keras Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya yang terus blusukan mencari anak putus sekolah. “Memang jika dilogika, perlambatan ekonomi di masyarakat ini kemudian dapat menyebabkan anak putus sekolah. Karena orang tua yang tidak mampu untuk membayar SPP maupun keperluan lainnya. Namun, permasalahan terkait anak putus sekolah ini krusial sekaligus rumit. Kenapa bisa rumit? Karena datanya sendiri tidak ada. Kenapa tidak ada (datanya)? Karena tidak ada yang melaporkan," jelas Tjutjuk, Rabu (13/10/2021). Sedangkan berdasarkan data tahun 2016-2020, dispendik melaporkan bahwa tidak ada anak putus sekolah pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs di Surabaya. Kendati demikian, data tersebut tak langsung diamininya. Meski data menunjukkan nihil anak yang putus sekolah, namun pihaknya tak mau menutup mata dan menganggap keadaan di lapangan sedang baik-baik saja. "Jangan sampai kita kecolongan. Untuk itu, saya juga memberikan apresiasi yang tinggi terkait dengan kinerja dispendik yang terus menyisir keberadaan anak putus sekolah," ujar Tjutjuk. Bertepatan dengan pembahasan RAPBD 2022, menurutnya, pemerintah memang memberikan perhatian lebih pada bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari alokasi APBD yang diutamakan untuk pendidikan yaitu, sebesar 21,9%. “Untuk tahun depan, Pemkot Surabaya sudah menyiapkan anggaran dengan jumlah yang fantastis, sebesar Rp 47,7 Miliar untuk beasiswa anak SMA/SMK, serta santri dan santriwati pondok pesantren (Ponpes) dari keluarga Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Beasiswa ini kemudian nantinya direalisasikan dalam bentuk seragam maupun SPP bagi siswa," bebernya. Sehingga menilik APBD 2022, pemerintah dinilai mengutamakan alokasi dana untuk pendidikan. Artinya, dana tersebut ada dan siap dipergunakan. "Kalau memang ada anak yang putus sekolah di Surabaya, kita pasti akan sekolahkan dan tidak mungkin ditelantarkan. Untuk itu, jangan sungkan-sungkan untuk melaporkan apabila ada anak putus sekolah. Dengan adanya bonus demografi di Kota Surabaya, kita harus betul-betul memanfaatkan ini dengan menghasilkan generasi yang berkualitas," pungkas anggota Komisi D DPRD Surabaya ini. (mg3)
Sumber: