Cinta di Bawah Guna-Guna (2)

Cinta di Bawah Guna-Guna (2)

Dimasukkan Lipatan BH

Tami bergegas pamit. Namun, Pak Satpam mencegahnya. “Ini ada titipan amplop dari Mas Danang,” kata satpam sambil terseyum. Tami kaget, dari mana Danang kok tahu bahwa dia akan kemari dan titip surat. “Orang ini memang aneh,” begitu kata hati Tami, yang sempat diceritakan kepada Ikin. Keanehan ini pun diceritakan kepada Dina. Tami lantas memberikan amplop tadi kepada Dina. “Kok masih tertutup?” tanya Dina. “Kamu aja yang buka,” tutur Tami. “Nggak ah. Ntar isinya pernyataan cinta.” “Ya ndakpapa. Kamu juga yang jawab.” “Kok aku?” Selanjutnya terjadi eyel-eyelan sampai akhirnya Dina yang mengalah dan bersedia membuka. Memang, dia sendiri aslinya kepo, demikian juga Tami. Maka mak-sret… kertas pinggiran amplop pun disobek. Ternyata isinya hanya selembar karton sobekan bekas pembungkus mi instan. “Sangat tidak sopan,” batin Tami. Tulisannya pun hanya sederet angka-angka. Nomor telepon. “Nih, telepon sana,” kata Dina sambil menyodorkan sobekan karton tadi. Tami tak mau menerima. Dia biarkan karton tersebut tertiup angin dan jatuh entah di mana. Malamnya, Tami yang tinggal sekosan dengan Dina tidak bisa tidur. Tubuhnya glebakan ke sana-kemari. Udaranya panas dan pengap. Dia lantas cari angin dan jalan-jalan ke halaman depan. Hampir satu jam Tami mondar-mandir seperti seterikaan. Hingga akhirnya kakinya tertempeli sesuatu. Tami jongkok dan hendak melepasnya. Namun niat itu diurungkan, karena sesuatu yang menempel di kakinya ternyata sobekan karton milik Danang. Dengan ragu Tami menelitinya, barangkali ada tulisan-tulisan lain di karton itu. Ternyata tidak ada. Hanya tertera deretan nomor telepon. Meski tidak yakin, Tami lantas memasukkan karton tersebut ke lipatan BH-nya. Lucu.Walau nomor telepon Danang sudah di tangannya, bahkan sudah dimasukkan ke memori ponselnya, Tami belum juga menelepon. Kondisi ini bertahan hingga lebih dari dua pekan. Setiap hendak menelepon, Tami selalu ragu. Padahal, dia sangat ingin bertanya dan menegaskan bahwa pada tes yang dulu sempat diikutinya, memang benar-benar hanya Danang yang diterima. Tidak begitu penting sih, tapi Tami kepo. Tidak tahan sendirian diliputi penasaran, Tami mengajak Dina bingung bersama-sama dengan cara bareng-bareng menelepon Danang. Yang diajak dengan cepat merespons. Dina bahkan menyediakan diri yang menelepon. Telepon pun tersambung. Danang dengan lirih menjawab, “Halo. Dari mana?” “Aku Dina. Temannya Tami,” kata Dina cepat. “Kalau begitu, berikan teleponmu kepada Tami yang ada di sampingmu,” kata Danang, yakin. Tami kaget, kok Danang tahu keberadaannya? (jos, bersambung)  

Sumber: