Telur APBN

Telur APBN

Oleh: Dahlan Iskan Ekonomi Indonesia tahun depan? Baca dulu rancangan anggaran negara tahun 2020. Yang sudah diserahkan pemerintah ke DPR minggu lalu. Di situ terlihat, ekonomi Indonesia dirancang tumbuh 5,3 persen. Berarti ekonomi Indonesia dirancang lebih baik dari tahun ini. Dari mana asal angka itu? Anggaran negara dirancang naik cukup besar. Yakni pendapatan negara naik 9,4 persen. Belanja negara naik 8 persen. Selisih persentase itu untuk menjaga agar defisit anggaran tetap terjaga di bawah 3 persen. Dengan naiknya belanja negara maka ekonomi bisa terdorong. Lagi pula menaikkan belanja adalah mudah. Siapa yang tidak suka belanja? Tapi apakah pendapatan negara bisa naik 9,4 persen? Kenaikan itu besar. Tapi tidak sangat besar. Mestinya bisa. Lihatlah dari sektor apa saja kenaikan itu dirancang. Terlihat jelas: pendapatan dari pajak dirancang akan naik 13,3 persen. Dari Rp 1.600 triliun ke Rp 1.800 triliun. Naiknya Rp 200 triliun. Apakah berarti pajak akan naik? Tidak. Objek pajak akan diperluas? Iya. Apa saja? Saya beruntung dapat kiriman bahan dari bintang lama. Yang sudah lebih 30 tahun tidak bertemu: Hasan M Sudjono, M.B.A. Entah dari mana mendapat nomor HP saya. Misalnya: pajak tanah akan dibuat progresif. Orang yang memiliki tanah satu bidang pajaknya akan berbeda dengan yang memiliki tanah 5 bidang. Apalagi 10 bidang. Ide ini sangat baik. Agar tidak banyak tanah terlantar. Ide ini juga baik agar orang tidak menabung dalam bentuk tanah. Yang kemudian menjadi tanah tidak produktif. Dampak positif lainnya: pasar saham akan lebih menarik. Juga obligasi jangka panjang. Tentu ada yang akan terpukul. Harga tanah cenderung turun. Yang juga akan terpukul adalah bisnis real estate. Terutama apartemen. Terlalu banyak orang membeli apartemen untuk disimpan. Itu kalau pajak kepemilikan rumah/apartemen juga dibuat progresif. Orang yang kelebihan uang mestinya akan balik ke bank. Atau ke lembaga keuangan sejenis. Itu bisa jadi sumber pembiayaan. Yang bisa ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Apa lagi perluasan pajak lainnya? Warisan. Anak atau siapa pun. Mereka yang menerima harta waris harus dikenakan pajak. Berapa persen? Progresif juga? Belum tahu. Kita tunggu penjelasan pemerintah yang kita pilih. Pajak waris itu juga ide baik. Siapa tahu bisa meredakan sikap rakus menumpuk harta. Di banyak negara pajak warisan diimbangi dengan fasilitas. Bagi yang mengurangkan hartanya untuk lembaga pendidikan pajaknya berkurang. Senilai sumbangan itu. Apakah semua itu membuat pendapatan negara benar-benar bisa bertambah sebanyak Rp 200 triliun? Saya belum bisa membuat perkiraan. Aturan rinci tentang pajak-pajak itu belum keluar. Setidaknya saya belum membacanya. BUMN pasti senang tahun depan. Kewajibannya menyetor dividen turun drastis. Dari Rp 79 triliun (tahun ini) ke Rp 45 triliun tahun depan. Saya belum membaca mengapa deviden BUMN turun sampai 43 persen. Apakah laba BUMN tahun depan memang akan turun? Atau pembayaran devidennya saja yang sengaja diturunkan? Mungkin saja laba BUMN turun. Mereka harus membayar banyak bunga. Untuk utang mereka yang besar. Sedang proyek yang dibiayai utang itu hasilnya masih jangka panjang. Atau mungkin juga sengaja. Dividennya saja yang diturunkan. Untuk membantu arus kas di BUMN. Itu akan terlihat nanti. Saat rancangan anggaran itu dibahas di DPR. Oleh para anggota DPR baru. Hasil pemilu yang baru lalu. Dari rencana pendapatan yang naik 9,4 persen dan rencana belanja yang naik 8 persen terlihat ada upaya untuk tidak memperbesar utang. Kesimpulannya: rancangan anggaran negara ini baik. Kalau benar-benar bisa terwujud lebih baik lagi. Sekali lagi Indonesia ini tidak bisa tidak maju. Indonesia akan ‘terpaksa’ maju: lapisan penduduk kelas menengahnya sudah di atas 100 juta. Mereka ini tidak mau lagi hidup lebih miskin. Mereka sudah terbiasa tidak miskin itu enak --miskin itu tidak enak. Mereka itulah yang berusaha keras untuk terus maju --siapa pun yang berkuasa. Masih ada satu ganjalan: gairah ekonomi di swasta. Apakah juga bisa dibuat seirama dengan gairah negara. Ingat, ekonomi swasta jauh lebih besar dari negara. Ibarat ayam, telurnya lebih banyak. Itu kalau ayamnya tidak dibuat stres oleh negara.(*)  

Sumber: