Fenomena Bunuh Diri di Surabaya, Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya Menurut Spesialis Kedokteran Jiwa Unair
Surabaya, memorandum.co.id - Setiap tanggal 10 September, seluruh dunia memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia (World Suicide Prevention Day). Bertepatan dengan momen tersebut, di Surabaya justru ditandai dua kasus bunuh diri dalam sepekan ini. Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RS Unair, dr Brihastami Sawitri SpKJ mengatakan, berdasarkan hasil swaperiksa terhadap 4.010 orang yang dilakukan oleh PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia) di masa pandemi ini, satu dari lima orang di Indonesia mengaku memiliki pikiran 'lebih baik mati'. "Pikiran ini terbanyak timbul pada usia dewasa muda 19 sampai 29 tahun. 15 persen dari mereka memikirkannya setiap hari dan 20 persen lainnya beberapa hari dalam seminggu," ujar Brihastami, Jumat (10/9/2021). Menurut catatan WHO pada 2019, 1 dari 100 kematian di seluruh dunia adalah akibat bunuh diri. WHO juga menyatakan, lebih dari 703,000 setiap tahunnya orang meninggal karena bunuh diri. Dan didominasi oleh warga yang tinggal di negara dengan pendapatan menengah ke bawah. "Secara umum di seluruh dunia, bunuh diri menempati peringkat keempat penyebab kematian pada usia 15 sampai 29 tahun. Laki-laki berisiko melakukan bunuh diri dua kali lebih sering daripada perempuan. Sedangkan penderita depresi berisiko 20 kali lipat untuk melakukan bunuh diri," jelas Humas RS Unair ini. Menurutnya, banyak cara untuk mencegah seseorang melakukan bunuh diri. Pertama, mulai dari mengenali gejalanya seperti munculnya keputusasaan, kemarahan tidak terkendali, bertindak impulsif, serta menjadi pendiam dan mulai tertutup. "Bila bertemu seseorang yang berniat bunuh diri maka jangan ditinggalkan sendirian. Dengarkan ceritanya dan jangan buru-buru memberikan nasihat. Berikan empati. Tanyakan bagaimana perasaannya dan alasan mengapa ingin mengakhiri hidup. Jangan menyalahkan atau membandingkan masalahnya dengan orang lain," beber dokter muda ini. Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi seseorang suspek bunuh diri yakni, dengan membawa kepada ahlinya. Seperti meminta bantuan psikiater atau psikolog. Tidak kalah penting, setelahnya si suspek harus didampingi dan dipantau secara berkala. “Bunuh diri bukan persoalan untuk mengakhiri kehidupan, tetapi untuk mengakhiri penderitaan. Berani hidup lebih kesatria daripada berani mati,” pungkasnya. (mg3)
Sumber: