Kehamilan Pertama dan Terakhir (3-habis)

Kehamilan Pertama dan Terakhir (3-habis)

Tertular AIDS dari Suami

Carine dituntun menuju ruang kepala klinik. Sebuah senyum yang seperti dipaksakan tersungging di bibir kepala klinik. Carine disalami. “Maaf, kami terpaksa mengundang Ibu karena ada sesuatu yang urgent,” kata kepala klinik, dokter perempuan berusia paruh baya. Setelah berputar-putar sambil seperti mencari kata-kata yang tepat, dokter tersebut lantas berterus terang. “Kami besok akan mengajak Ibu memeriksakan kondisi kesehatan dan kandungan Ibu ke rumah sakit pusat rujukan,” kata kepala klinik pada akhirnya. Pemeriksaan itu perlu dilakukan di rumah sakit karena ada kemungkinan Carine dan calon bayinya terpapar virus berbahaya. “Kami khawatir Ibu dan calon bayi Ibu mengidap AIDS.” Dunia bagai berguncang hebat. Langit runtuh dan gunung-gunung beterbangan di sekeliling. Carine pingsan. “Aku baru sadar di rumah sakit Karangmenjangan,” aku Carine. Saat itu Carine dikelilingi ayah-ibu dan saudara-saudaranya. Juga keluarga Bernard. Justru Bernard sendiri yang tidak ada. “Mana Bernard?” tanya Carine lirih, entah ditujukan kepada siapa. Mereka tidak segera menjawab. Setelah cukup lama memandangi sang menantu, baru ibunda Bernard membuka mulut. “Sudah berminggu-minggu Bernard tidak muncul di rumah,” kata perempuan yang separuh rambutnya sudah memutih itu. Seperti diperkirakan dokter klinik, dokter di rumah sakit Karangmenjangan mendiagnosis Carine dan calon bayinya terpapar virus AIDS. Dipastikan virus ini dipaparkan Bernard. Selama berada di rumah sakit, tak henti-hentinya kedua orang tua Bernard minta maaf atas kesalahan anaknya. Mereka mengaku tidak menyangka Bernard punya perilaku yang berpengaruh buruk terhadap anak dan istrinya. Menyadari penyakit yang dia idap belum ditemukan obatnya, Carine stres. Depresi berkepanjangan. Kondisinya makin lama makin drop. Berat badannya turun drastis. “Dokter bilang orang dengan AIDS bisa dibuat bertahan, tapi aku sudah telanjur drop. Aku akhirnya keguguran menjelang akhir masa kehamilan,” kata Carine. Carine mengaku sempat kecewa kenapa hanya bayinya yang mati. Kenapa tidak dirinya sekalian yang dipanggil Yang Mahakuasa. Beruntung kedua orang tua Carine mampu bersabar dan berhasil mendorong anaknya untuk bertahan. Perempuan jebolan pondok pesantren di Jombang ini menyatakan tekad untuk menggugat cerai Bernard agar memiliki status jelas. Tidak mengambang. Walau begitu, bukan maksud Carine untuk menikah lagi setelah menjanda. “Aku sudah trauma. Aku bermaksud mendirikan taman pendidikan Alquran dan mengajar anak-anak mengenal agama dengan baik,” tekad Carine. Matanya yang redup meneteskan air bening. (jos, habis)

Sumber: