Kehamilan Pertama dan Terakhir (1)

Kehamilan Pertama dan Terakhir (1)

Suami Paksa Gugurkan Kandungan

Hati Carine (samaran) berbunga-bunga ketika dokter klinik menginformasikan kehamilannya. Mendadak dunia berubah bagai taman berjuta bunga. “Kegembiraan itu aku rasakan sekitar enam bulan silam. Aku segera membagikan berita gembira itu kepada suami dan orang tua,” kata Carine di kantor pengacara sekitar Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Begitu keluar dari ruang periksa dokter, perempuan berkaki jenjang ini spontan merogoh tas cangklong dan meraih HP. Sejurus kemudian beterbanganlah kabar gembira ke orang-orang tercinta. Respons kegembiraan balik menyambar hati Carine dan makin melambungkan kebahagiaannya. Kecuali dari sang suami, sebut saja Bernard. Ia malah diam, dan tidak lama kemudian malah mematikan HP-nya. “Aku kira Bernard ingin mendengar langsung berita membahagiakan ini. Aku pun bergegas pulang, membayangkan belaian hangatnya menyambutku,” tutur Carine. Sekilas ada kilatan cahaya di sudut matanya, tapi dengan cepat berubah kelam seolah ditutupi kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. “Ada apa, Mbak?” tanya Memorandum penasaran. Sebab, cukup lama Carine tersedot kesadarannya. Dia mendadak jadi orang linglung. Bola matanya berputar-putar naik-turun, bergerak ke kanan dan ke kiri namun terkesan hampa. Carine lantas menatap Memorandum dan pengacaranya, sebut saja Ikin, silih berganti. Seperti mohon kekuatan hati. “Aku kecewa,” tuturnya lirih. Kalimat ini dia ungkapkan seperti keluhan anak kepada bapak. Dia jelaskan, hari itu sampai menjelang tengah malam, suaminya tidak pulang. Carine mengaku amat waswas karena Bernard tidak menghubunginya dan tidak bisa dihubungi. Ketika tiba-tiba muncul bersamaan kumandang tarhim menjelang azan Subuh, Bernard tampak terhuyung-huyung di bawah mistar kusen pintu. Entah kapan dia membuka pintu, Carine tidak menyadari karena sempat terlempar ke alam mimpi. Waktu itu Carine tertidur di sofa ruang tamu menunggu kedatangan Bernard sejak selepas Isya. Dalam keadaan begitu, Bernard menyeret Carine masuk kamar dan memaksanya duduk di ranjang. Tepat di depan sang istri, Bernard menuding perut Carine dan berkata dengan kasar, “Gugurkan itu!” Tentu saja Carine bengong dan menatap suaminya dengan penuh tanda tanya. Dia tidak mengerti arah pembicaraan Bernard. Dia juga tidak mampu berkata-kata dan hanya meminta penjelasan lewat sorot mata. “Nggak paham ya? Perlu kuulang? Gugurkan kandungan itu!” Bernard kembali membentak Carine seperti ditirukan Carine. Kali ini bahkan disertai tindakan. Tangannya menjambak daster yang menutup tubuh sang istri, lalu menariknya kuat-kuat. Sampai-sampai perempuan ayu ini tersentak dan jatuh. “Aku nggak mau tahu. Besok kandungan itu harus sudah tidak ada,” teriak Bernard sebelum menjatuhkan diri ke ranjang dan tertidur pulas. Tinggallah Carine yang masih masygul dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. (jos, bersambung)

Sumber: