DPRD Surabaya Bahas Raperda Perpustakaan, Layanan dan Digitalisasi Jadi Catatan

DPRD Surabaya Bahas Raperda Perpustakaan, Layanan dan Digitalisasi Jadi Catatan

Surabaya, memorandum.co.id - Pembahasan Raperda Penyelenggaraan Perpustakaan memasuki babak baru. Sebelum digedok menjadi perda, panitia khusus (Pansus) terus menggodok formula. Bahkan pansus menggandeng dua pakar literasi guna mengkritisi draft raperda sekaligus memberikan masukan, ide, dan gagasan. "Dengan sebuah motivasi agar raperda ini betul-betul menjadi solusi terhadap keluhan makin menurunnya minat baca masyarakat, stigma negatif terhadap perpustakaan, serta tantangan dunia digital yang semakin berkembang," tutur Sekretaris Pansus Raperda Penyelenggaraan Perpustakaan, Fatkur Rohman, Jumat (27/8/2021). Dua pakar yang digandeng yakni, Sinta Yudisia Wisudanti SPsi MPsi, seorang pemerhati literasi, psikolog sekaligus penulis yang tuntas mencetak sekitar 70 buku. Lalu Edy Suprayitno SS MHum, selaku praktisi dan kepala perpustakaan ITS. "Menghadirkan dua pakar ini istilahnya guna belanja masalah. Sehingga kami banyak mendapat masukan yang bisa mempertajam pembahasan pasal per pasal nantinya bersama Bagian Hukum dan Dinas Arsip dan Perputakaan," ungkap Fatkur yang juga anggota Komisi A DPRD Surabaya. Sementara itu, Sinta Yudisia Wisudanti yang juga founder Ruang PELITA (Pendampingan Psikologi dan Literasi) mengatakan, secara umum publik masih senang datang ke perpustakaan. Namun dia menyebut ada pergeseran perilaku publik yang membuat mereka memiliki harapan baru dan berbeda terhadap perpustakaan. “Di benak publik, ada harapan bahwa perpustakaan tidak hanya menjadi tempat membaca buku atau mencari informasi saja tapi juga bisa menjadi tempat kumpul, rekreasi bahkan ekspresi sehingga perpustakaan itu perlu di-make over. Tempatnya pun bisa di rebranding misal menjadi Studio Baca, Café Buku, One Stop Learning atau sekedar diubah menjadi perpustak@an. Ada penambahan @ di papan namanya," jelas Sinta. Menurut Sinta, stigma perpustakaan yang muncul saat ini bahwa pustakawannya serius, tidak boleh bicara, banyak tumpukan buku tua itu harus diberikan solusi. Perpusatkaan menurutnya harus user friendly. "Sebagaimana yang berkembang di luar negeri seperti di negara Korea atau Finlandia. Pengunjung boleh ngemil, duduk santai bahkan ada café di area perpustakaan. Sarana dan prasarana juga berbasis teknologi IT. Ada banyak event menarik seperti peluncuran buku, musik, bedah film termasuk banyak friendly space yang disukai anak muda," paparnya. Sedangkan Edy Suprayitno mengungkapkan, berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, menunjukkan bahwa 50,83% penduduk Surabaya adalah kategori Gen Z dan Millenial. Salah satu ciri dari generasi ini adalah penggunakan smartphone dalam kehidupan mereka, 15,4 jam/pekan untuk Gen Z dan 14,8 jam/pekan untuk Millineal. “Menurut saya, kebijakan ke depan harus menuju digitalisasi perpustakaan dan betul-betul memanfaatkan teknologi IT dalam pelayanannya. Dibutuhkan SDM pustkawan yang bisa berperan sebagai content creator, bisa menghidupkan digital culture, dan memiliki kemampuan communication skill yang bagus. Bukan mereka yang butuh kita, tapi kita yang butuh user," tegas Edy. Masih menurut Edy, layanan perpustakaan masa kini tidak dapat mengandalkan layanan klasik, namun harus berinovasi agar bisa dikunjungi secara fisik maupun maya. Termasuk ketersediaan akses wifi yang kuat, support hardware komputer canggih, layanan self service dalam peminjaman dan pengembalian, fasilitas untuk penyandang disabilitas, serta layanan konsultasi offline dan online. Untuk ketersedian koleksi, kata Edy, ITS bisa menjadi pilot project untuk dilakukan kerjasama agar Pemerintah Kota Surabaya bisa memiliki akses ke seluruh koleksi perpustakaan di perguruan tinggi dan bisa diakses di manapun. "Jika kita lihat di perpustakaan yang bagus di luar negeri atau di beberapa kampus seperti UI atau ITS. Ada ruangan khusus diskusi, ada co-working space, ada ruangan untuk tempat praktek atau ekspresi bagi pengunjung. Bahkan jika diperlukan ada interior khusus yang didesain menarik yang membuat orang suka untuk berkunjung dan Surabaya saya pikir sudah waktunya memiliki perpustakaan seperti itu," tuntas Edy. Menanggapi ini, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Surabaya, Musdiq Ali Suudi mengaku sangat senang mendampatkan banyak masukan dari dua narasumber dan berharap ini akan bisa di-follow up dalam pembahasan pasal per pasal raperda. “Saya sepakat apa yang disampaikan oleh Bu Sinta maupun Pak Edy. Sebagian ide sebenarnya sudah kita jalankan dan sebagian yang belum nanti bisa menjadi masukan di raperda. Betul, perpustakaan masa kini harus user friendly dan support digital," ulas Musdiq. Pansus berharap, masukan-masukan ini nantinya akan menjadi bahan pembahasan pasal per pasal dal raperda. Sehingga bisa disahkan menjadi perda. Kemudian menjadi payung hukum dalam mewujudkan perpustakaan Surabaya yang menjawab tantangan zaman, perpustakaan yang user friendly, dan mengikuti era digital. (mg3)

Sumber: