Buntut Penyegelan Puskesmas Bandar Kedungmulyo, Mantan Kapus Berikan Penjelasan

Buntut Penyegelan Puskesmas Bandar Kedungmulyo, Mantan Kapus Berikan Penjelasan

Jombang, Memorandum.co.id - Setelah sempat menjadi sorotan pasca aksi penyegelan, mantan Kepala Puskesmas (Kapus) Bandar Kedungmulyo membeber sejumlah fakta. Fakta dimaksud, yakni rangkaian kejadian sebelum tindakan penutupan terhadap fasilitas kesehatan (Faskes) oleh Kades pada Kamis tanggal 4 Agustus 2021 lalu. Termasuk, sikapnya yang akhirnya memutuskan untuk mundur dari jabatan demi menjaga kondusifitas. “Jadi saya di sini ingin mengklarifikasi serangkaian kejadian sebelum terjadi aksi penutupan Puskesmas oleh kades setempat. Kenapa hal ini menjadi sangat penting, karena kami berharap masyarakat menjadi faham dengan kondisi di lapangan,” papar dr. Nanik Purbawati, Senin (16/8/2021). Dijelaskan olehnya, sebelum terjadi penutupan paksa faskes. Terjadi rapat konferensi bertempat di Kantor Balai Desa Gondangmanis. Tepatnya pada Rabu 14 Juli 2021. Dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Camat itu, menghasilkan sejumlah poin kesepakatan antara semua kepala desa (Kades). “Hasil konferensi memperoleh 4 kesepakatan. Di saat bersamaan saya memang tidak dapat mengikuti sampai akhir, sebab ada agenda webinar online,” jelasnya. Empat poin kesepakatan tadi masing-masing yakni agar ada izin tindakan infus bagi warga yang menjalani isolasi mandiri (isoman,red) di rumah. Lalu akses untuk dapat mencairkan dana isoman di Dinkes, dengan ketentuan ada SPJ. Pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 yang meninggal waktu isoman. Serta terakhir perihal mempertanyakan tanda tangan pernyataan Covid-19 apabila dirujuk ke RSUD Jombang. “Menanggapi hal itu tadi saya langsung berkonsultasi dengan Dinkes, usai webinar. Hasil dari konsultasi tadi, langsung saya kirim ke Camat Bandar Kedungmulyo,” terangnya. Hasil dimaksud diantaranya yakni dasar klaim dana isoman tidak harus terlaporkan ke Dinkes, asalkan ada hasil PCR atau Rapid Antigen. Kemudian terkait pemulasaraan jenazah, dapat dilakukan di desa dengan ketentuan mengikuti pelatihan pemandian jenazah dengan resiko penyakit menular. “Sementara untuk pemakaman tidak harus menggunakan peti, namun dapat diganti dengan kantong jenazah yang memenuhi syarat. Serta terakhir terkait surat pernyataan, kami membutuhkan bukti dokumentasi perihal hal itu,” sebutnya. Masih berkaitan dengan permintaan desa agar diperbolehkan memberikan infus bagi warga yang menjalani isoman di rumah. Bukan pihak Puskesmas yang melarang, namun karena semua bidan desa menolak. “Juga ingin saya luruskan adalah penolakan pemberian infus bagi warga yang menjalani isoman di rumah. Penolakan itu bukan atas perintah saya, namun karena kesepakatan semua bidan desa,” lanjut Nanik. Selain tidak sesuai dengan kompetensinya, dengan tindakan memberikan infus tadi tenaga kesehatan (Nakes) berpotensi terpapar Covid-19. Kesepakatan tadi didapat saat agenda rapat antara BLUD Puskesmas Bandar Kedungmulyo dengan seluruh bidan desa di tanggal 27 Juli. “Dalam forum itu pula saya meminta pertimbangan dan saran dari sejumlah pihak. Jadi bukan hanya bidan desa, namun dokter juga sepertinya enggan untuk melakukan tindakan infus di rumah,” sebutnya menambahkan. Setelah tercapai kesepakatan tadi, mantan Kapus berada dalam posisi sulit. Sebab seluruh kepala desa berpedoman jika pandemi adalah persoalan darurat. Maka untuk memperjuangkan isoman di rumah, mereka diperbolehkan untuk melanggar aturan. Dalihnya, dalam kondisi seperti sangat sulit menemukan RS rujukan guna perawatan. “Dalam kondisi seperti itu, saya berada dalam posisi sulit. Sebab, kades bersikukuh dengan kesepakatan mereka dengan tetap melakukan isoman warga yang terpapar,” ujarnya. Dampak dari permintaan tadi, di tanggal 28 Juli 2021 terjadi rapat konferensi Kades di Balai Desa Pucangsimo. Kalau memang pihak Puskesmas tetap tidak memberikan izin, Kapus harus mundur dari jabatannya. Demikian halnya ketika di tanggal 2 Agustus Kades Pucangsimo meminjam oksigen di rumah isoter yang berada di SMPN 1 Bandar Kedungmulyo yang notabene melanggar aturan praktek kedokteran. Ancaman serupa kembali disuarakan apabila tidak dituruti. Puncak dari polemik tadi, terjadi aksi penyegelan Puskesmas Bandar Kedungmulyo. Saat kejadian, kades setempat menumpahkan semua persepsi bahwa pelarangan infus di rumah atas perintah Kapus. Bahkan masih dengan emosional, semua kendala muncul akibat pimpinan BLUD yang tidak koopertif. “Saat saya mencoba menjelaskan, tak satupun digubris. Termasuk ketika penjelasan pelanggaran SOP serta resiko apabila permintaan tadi diperbolehkan,” tegasnya. Masih berada di bawah tekanan, guna menghindari keributan Kapus lalu berangkat menuju Dinkes. Di tengah perjalanan, ia juga meminta ketua Forkom Puskesmas untuk melakukan pendampingan. “dr. Hexa selaku pengurus IDI serta ketua Forkom Puskesmas saya minta untuk membantu memberikan penjelasan ke Kadinkes. Dalam pertemuan itu ia juga tidak membenarkan adanya pemberian infus serta oksigen di rumah pasien, apabila tidak dala proses rujukan,” sambungnya. Rampung dari Dinkes, Kapus lalu kembali ke Puskesmas. Tidak sendiri, turut pula mendampingi dalam kendaraan terpisah Kadinkes, Kabid Yankes, serta Forkom Puskesmas. Setibanya, kondisi di faskes masih belum kondusif dengan masih terdapatnya sejumlah orang. “Setibanya di Puskesmas saya langsung menuju kantor untuk membuat surat pengunduran diri hari itu juga. Setelahnya, barulah gembok yang berada di pintu masuk dibuka oleh kades dengan disaksikan Kadinkes,” pungkas Nanik.(wan/adv)

Sumber: