Salah Pilih Menantu (3-habis)

Salah Pilih Menantu (3-habis)

Disindir bak Mesin Dobel Gardan

Harapan Lilis untuk pindah rumah tertutup sudah. Johan menegaskan agar istrinya tidak mendengar ocehan orang-orang sekitar. Soal apa saja. Lilis menghargai kepercayaan yang diberikan Johan. Dia juga yakin bakal sanggup menjunjung tinggi kepercayaan itu. Yang jadi masalah adalah omongan-omongan negatif di sekitar mereka. Termasuk omongan kerabat yang pada dasarnya tidak suka. Pandangan orang-orang itu dirasakan Lilis sangat menusuk dadanya. Sorot mata sinis dan sindiran nyinyir dirasakan amat melukai hati. Sudah berdarah-darah dan harus dihentikan segera. Sindiran yang super duper mengiris-iris hati Lilis datang dari tetangga di depan rumah. Perawan tua yang belum menampakkan tanda-tanda kapan mengakhiri predikat jomblonya tersebut pernah mengucapkan parikan di depan Lilis: Nang mBali nunut becake pakde, mulih Ngajuk pedot sikile; wayah bengi dikeloni mase, isuk-isuk diembat adike. Ada juga kerabat sendiri yang sungguh teganya-teganya-teganya mengatakan sindiran kasar seperti ini: Waduh, Mbak Lilis semakin cantik saja. Apa resepnya, Mbak. Mesin dobel gardan ya? Lilis putus asa. Kedua mertuanya juga bergeming. Sama dengan Johan, mereka meminta Lilis menganggap angin lalu omongan-omongan negatif tadi. Apabila tidak titanggapi, diyakini penilaian-penilaian yang salah sasaran tadi bakal luruh dengan sendirinya. Joni sendiri menanggapi masalah ini dengan santai. Kepada sang kakak, dia sering mengingatkan dengan kalimat-kalimat ancaman meski bernada guyon. Intinya, bila Johan sampai tidak memperhatikan Lilis, Joni siap memperhatikan perempuan tersebut. Eloknya, Johan menanggapi dingin ancaman adiknya tadi hanya dengan senyum. Dan kebasan tangan yang mengisyaratkan dia tidak mau menanggapi kata-kata adiknya. Johan bahkan lantas tertawa terbahak-bahak. Jujur saja, pengakuan Lilis Ikin, dia sering tidak bisa mengikuti irama candaan keluarga mertuanya. Dia sering salah persepsi. Lantas salah tingkah. Lantas salah bersikap. Salah ini. Salah itu. Semua serba salah. Ikin lantas tertawa lepas. “Kali ini Lilis ingin membalas ulah mereka. Dia pura-pura ngambek dan menggugat cerai Johan. Padahal, semua itu bohong-bohongan. Hnaya prank,” kata Ikin. Berkas perceraian tidak pernah dimasukkan PA, tapi digembar-gemborkan bahwa Lilis sedang menggugat cerai Johan. “Sekarang dia di kantor saya,” kata Ikin sambil mengajak Memorandum ke kantornya. Dari jauh tampak seorang perempuan cantik duduk di teras kantor. Melihat kami, dia berdiri hendak menyambut. Bersamaan dengan itu, sebuah mobil mewah meluncur mendekati kantor. Berhenti tepat di depan pintu. Sesaat kemudian berhamburan orana-orang turun dan mengerumuni Lilis. “Selamat ulang tahun, kami ucapkan… dst dst…” Nyanyian itu bergema sangat ceria. Lilis ndomblong. “Mereka menyikapi prank Lilis dengan prank juga. Beginilah memang keluarga mertua Lilis. Tidak pernah serius. Semua persoalan dianggap sebagai canda,” kata Ikin, yang ternyata sahabat ayah Johan dan Joni. (jos, habis)      

Sumber: