Minta Dinikahkan Perawan Tingting, Gres Ewes-Ewes
Yuli Setyo Budi, Surabaya Seorang pemuda berusia sekitar 30-an, sebut saja Safrudin alias Udin, bertanya kepada ustaz di sebuah majelis taklim di sebuah masjid kawasan Taman, Sidoarjo. Pertanyaannya begini: apakah perbuatan seorang teman ini termasuk zalim? Baru enam bulan lalu Mukhlis (65, bukan nama sebenarnya) kehilangan istri. Sejak itu lelaki pensiunan perusahaan ekspor-impor ini berubah menjadi sosok pendiam. Suka mengurung diri di kamar. Hampir setiap kesempatan dia manfaatkan untuk menyendiri. Suatu sore tiba-tiba Mukhlis memanggil satu-satunya anak yang tersisa dari keempat anaknya yang masih hidup, sebut saja Yoko (28). Kepada Yoko, Mukhlis mengajukan permintaan. Dia mengistilahkan ini sebagai permintaan terakhir. “Yok, aku tahu ini adalah permintaan yang aneh. Namun sadarilah, aku sangat menginginkannya. Aku berharap engkau sebagai anak satu-satunya yang masih tersisa sanggup meluluskan permintaan ini,” kata lelaki yang seluruh rambutnya sudah memutih itu. Yoko diam seribu bahasa. Dia menunggu apa yang akan diucapkan sang ayah. Dia pandangi mata ayahnya tajam-tajam sambil bertanya-tanya dalam hati: apakah gerangan permintaan itu? “Aku sudah merasakan semua kenikmatan di dunia ini. Ujung- ujungnya sudah aku datangi. Semua pemandangan indah sudah aku nikmati. Semua masakan enak sudah aku rasakan. Tinggal satu yang ingin aku rasakan di ujung usiaku,” imbuh lelaki yang masih tampak gagah di usia lanjut ini. Yoko masih diam. Dia semakin lekat memandang mata ayahnya, seolah mencari tahu kemungkinan apa sebetulnya diingini ayahnya. Namun semakin dalam Yoko memandang, semakin bingung dia dibuatnya. Didorong rasa penasaran, juga karena Mukhlis tak segera melanjutkan kalimatnya, Yoko akhirnya membuka mulut, “Ayah sebutkan saja. Apa pun permintaan Ayah akan aku usahakan untuk meluluskannya.” Kini giliran Mukhlis yang memandang tajam mata Yoko. Mencari kebenaran di balik janji anaknya tersebut. “Kamu berjanji?” “Aku berjanji Ayah. Dengan sepenuh hati!” ucap Yoko mantab. “Aku ingin kawin. Menikah lagi!” kata Mukhlis tandas. Lirih namun menghujam tajam sekali. Yoko spontan mengangat kepalanya yang tertunduk. Dia tatap mata Mukhlis. Kedua pemilik mata itu bagai bertarung kesaktian. Adu kekuatan untuk dapat menundukkan. Juga, untuk membunuh keraguan yang tiba-tiba muncul. Terutama di dada Yoko. “Aku ingin yang masih perawan. Tingting,” kata Mukhlis. Yoko kaget. Tiba-tiba di benaknya terlintas sosok teman sekantor, sebut saja Ningsih, yang masih perawan. Tingting. Gres ewes-ewes. Utuh-tuh, Padahal, usianya sudah memasuki 50 tahun. Tanpa disadari Yoko tersenyum. Nuning adalah perempuan yang memiliki banyak kelebihan. Wajahnya cantik, 11:12 dibanding Yuni Sarah. Bodinya nawon kempit, sebanding dengan Ariel Tatum. Kulitnya mulus dan glowing seperti Syahrini. “Kamu menertawakan Ayah?” tanya Mukhlis tiba-tiba. Ada nada sengak pada kalimat tersebut. “Maaf Ayah. Hanya teringat seorang teman.” “Jangan permainkan Ayah.” “Ampun Ayah. Akan kucarikan jodoh yang terbaik untuk Ayah,” janji Yoko, meski hati kecilnya ragu apakah sanggup memenuhi permintaan yang tidak masuk di nalarnya tersebut. (bersambung)
Sumber: