1.607 OTG Dirawat di Rumah Sehat

1.607 OTG Dirawat di Rumah Sehat

Surabaya, memorandum.co.id - Keberadaan rumah sehat di tiap-tiap kelurahan di Surabaya sangat bermanfaat bagi warga guna menghindari terjadinya anfal dari Covid-19. Hingga kemarin, orang tanpa gejala (OTG) yang berada di rumah sehat tercatat ada 1.607 orang. Namun, untuk memberikan pengertian kepada warga keberadaan rumah sehat itu tidak mudah buktinya ada 428 orang harus dirayu agar mau tinggal di rumah sehat daripada menularkan kepada keluarga di rumah. “Alhamdulillah berkat kerja sama antara pemkot dan TNI Polri itu hingga kemarin kami dapat melakukan negosiasi dengan merayu dari warga yang isoman sejumlah 428 orang,” ujar Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara, Rabu (4/8). Tambah Febri, sapaan Febriadhitya Prajatara, dilihat daerah yang paling banyak warganya isolasi mandiri (isoman) adalah di daerah Gubeng. Dan separuh itu sudah bersedia dilakukan isolasi terpusat di rumah sehat. “Rata-rata di setiap kecamatan ada, ada yang melakukan isoman, tapi kami berusaha semaksimal dan harapannya tidak ada lagi melakukan isoman kecuali kalau rumahnya ketika diasesmen memungkinkan untuk isoman. Contoh, kamar mandi pisah, lantai berbeda,” jelasnya. Rata-rata dari keluarga merawat sendiri, merasa lebih nyaman dan mampu melakukan isoman, padahal seperti yang diketahui, jangan sampai terjadi happy hepoxial. “Yang merasa tidak, tapi tiba-tiba saturasi oksigennya rendah. Menurut medis saturasi di bawah 93 sangat bahaya sekali segera diberikan oksigen tambahan,” tambahnya. Memang, lanjut Febri, tidak mudah memberikan pengertian yang jelas seperti yang diketahui beberapa minggu lalu sakitnya bisa tambah parah ketika isoman. Terutama ketika kondisi rumah tidak memadai, asesmen dalam isoman tidak sesuai, pengetahuan dalam merawat pasien Covid-19 kurang paham, apalagi ditambah memberikan penularan terhadap keluarganya. “Harapan kami, marilah warga untuk bisa (mohon maaf) merelakan untuk masuk rumah sehat, bisa di Hotel Asrama Haji, di rumah sehat. Harapannya apa, untuk memutus mata rantai di keluarga dan biar tahu kondisi secara berkala karena setiap siang dicek oleh teman-teman puskesmas,” tegas Febri. Kalau di rumah sehat, itukan terpantau lalu ada saling penyemangat ketika ada rekan yang di sana saling mengingatkan berbagi pengalaman dan berbagai apa yang dirasakan. “Kalau sendiri nanti (mohon maaf) walau itu sudah tugas dari keluarga, tapi tidak tahu apa yang dirasakan, terjadinya kontak pasti, apabila rumah tidak sesuai asesmen. Maaf egoisnya ditinggalkan lebih dulu karena terlalu nyaman di rumah dan diperhatikan,” ujarnya. Kalau sudah berat di RSLT dan GBT, dan itu Sudah melalui penilaian puskesmas. “Masuk ke rumah sehat pun juga ada penilaian dari puskesmas. Ketika orang ada gejala, intinya segera lapor. Dilihat itu hanya batuk dan pilek biasa maka akan diberikan obat batuk dan pilek, bukan obat Covid-19,” pungkas Febri. (fer)

Sumber: