Pandemi Membuat Pemijat Difabel Ini Sepi Order, Akibatnya Tak Bisa Pulang Kampung

Pandemi Membuat Pemijat Difabel Ini Sepi Order, Akibatnya Tak Bisa Pulang Kampung

Surabaya, memorandum.co.id - Tukang pijat urat asal Benculuk, Banyuwangi, Suryo terbangun begitu mendengar suara raungan mobil patroli Polrestabes Surabaya yang sedang melintas di depan Ruko Manyar Indah (RMI) Gubeng. Pria difabel berusia 61 tahun, itu langsung terbangun dari tidurnya di lantai keramik depan kantor bank. Dia mengira ada razia masker dan gelandangan. Namun hatinya bernafas lega, wajahnya berubah sumeringah setelah beberapa petugas menghampirinya lalu memberikan bendera merah putih dan bantuan beras. "Terima kasih pak bantuannya," ucap Suryo. Bukan hanya Suryo yang mendapatkan bantuan dari polisi, melainkan juga teman-temannya yang tidur di sekitar ruko mendapatkannya. Mereka bekerja sebagai tukang tambal ban dan tukang becak. "Saya sehari-hari sebagai tukang pijat urat keliling dan tidur di emperan ruko," jelas Suryo. Suryo sudah bertahun-tahun mengais rezeki di Kota Pahlawan dan hidup sebatang kara. Dia dulu pernah menikah empat kali dan dikarunia 15 anak.  "Anak-anak saya semua tinggal di Banyuwangi," bebernya. Biasanya setiap tahun dia pulang ke Banyuwangi, namun semenjak pandemi sudah tiga tahun tidak pulang ke kampung halamannya. "Sudah tiga tahun saya tidak pulang karena tidak punya uang buat ongkos ke Banyuwangi. Jasa pijat saya sepi," tutur Suryo. Sepinya jasa pijat urat karena dampak selama pandemi covid 19. Entah karena takut terpapar atau memang sepi karena penyekatan, sehingga jalan banyak yang tutup. Begitu juga toko, warung juga harus tutup pukul 20.00. Keluhan Suryo ini wajar dan juga dirasakan oleh warga Surabaya. Suryo mengaku, sebelum wabah pagebluk melanda, dengan sepeda roda tiga yang dimodifikasi ia keliling dan selalu mendapatkan orderan. "Dulu, sebelum wabah melanda, sehari bisa 5 sampai 6 orang yang meminta dipijat,. Tapi sekarang satu dan terkadang tidak dapat pelanggan," jelas bapak 15 anak ini. Hasil dari jasa pijat itu, Suryo dikumpulkan untuk pulang kampung ke Banyuwangi. Biasanya uang sebesar Rp 8 juta dapat diberikannya untuk anak-anaknya sebelum adanya pandemi. Menjelang Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus 2021,  ini Suryo berharap agar pamdemi dapat segera berakhir. Meski dalam keterbatasan dan dilanda pandemi, semangatnya tetap membara. "Kita harus tetap semangat merayakan hari kemerdekaan," tandas Suryo, saat menerima bantuan beras dan bendera merah putih dari Polrestabes Surabaya. "Saya di RMI ini numpang istirahat, rencana pulang kalau pandemi ini sudah berakhir. Semoga usai Agustusan ini covid berakhir, Amin," doa Suryo. Meski penderita difabel, Suryo tidak kenal putus asa. Jika pulang kampung, selalu naik sepeda roda tiga miliknya. Di samping kedua roda memang terdapat tas, isinya bukan hanya perbekalan pakaian, tapi juga peralatan jika sewaktu-waktu rusak di tengah jalan. "Saya pulang naik sepeda saya dan empat hari baru sampai Banyuwangi," ungkap Suryo. (rio)

Sumber: