Aktivis Sayangkan Arogansi Aparat ke PKL
Surabaya, memorandum.co.id - Aktivis perempuan Surabaya, Dr Lia Istifhama sedikit pun tak menyangkal jika pelaksanaan PPKM darurat menimbulkan masalah di lapangan. Terbukti dari banyaknya video yang beredar di lini masa media sosial. Aparat keamanan mempertontonkan cara-cara yang cenderung arogan terhadap masyarakat, terutama kepada para pelaku usaha. Adapun di Surabaya, sempat viral video aparat yang berdalih menegakkan PPKM darurat. Pedagang sebuah warung kopi di kawasan Bulak Banteng diminta untuk menutup warkop hingga melakukan penyitaan tabung LPG 3 kg pada 11 Juli 2021. Alhasil, aksi petugas ini langsung direspons oleh warga sekitar dengan mengepung mobil polisi dan memblokade jalan menggunakan kursi dan kayu panjang. Bahkan warga yang emosi lalu mengusir petugas keluar dari lokasi dan sempat melempari mobil petugas dengan botol dan batu. Menanggapi sekelumit fakta atas sikap arogan aparat selama PPKM darurat, tentu sangat disayangkan oleh perempuan yang sebelumnya terpilih sebagai 22 Tokoh Muda Inspiratif Jatim versi Forum Jurnalis Nahdiliyyin ini. “Seharusnya, semua sikap protes dari masyarakat jangan dianggap angin lalu. Melainkan bagaimana itu menjadi stimulus kebijakan yang lebih humanis," kata ning Lia sapaan akrabnya, Jumat (16/7/2021). Dalam mengawal kebijakan PPKM darurat ini, ning Lia berharap aparat keamanan agar menekankan pada tiga prinsinp, yaitu edukatif, persuasif, humanis. “Jika ingin menegakkan PPKM darurat, monggo diutamakan langkah edukatif yaitu membuat pemahaman yang benar-benar bisa dipahami, apa sih, urgensi kebijakan PPKM terutama razia PKL," tuturnya. "Kemudian persuasif, yaitu mengajak masyarakat mendukung kebijakan tersebut. Lantas, bangun sisi humanis di lapangan. Dalam hal ini, jangan sampai ada tindakan yang ternyata menimbulkan masalah baru, seperti masalah-masalah sosial," imbuhnya. Pihaknya tak menampik bahwa kebijakan seperti razia merupakan bentuk pengetatan PPKM darurat yang terjadi akibat lonjakan Covid-19. Namun ning Lia menganggap bahwa fakta di lapangan memang harus dipahami. Ibu dua anak tersebut mencontohkan kasus razia yang terjadi di wilayah Surabaya. “Untuk di Surabaya, kasus nyata menimpa pedagang soto langganan saya. Pembeli pertama yang datang untuk membeli soto adalah bapak-bapak tua yang wajahnya melas dan menyampaikan ingin makan di tempat. Alasannya, dia kelelahan nunggu istrinya di rumah sakit dekat warung tersebut dan tidak ada wadah makan yang bisa digunakan di saat dia nunggu istrinya. Karena kasihan, pembeli pun diperbolehkan makan di tempat. Tapi baru saja orang itu makan, petugas satpol PP datang menggerebek. Karena kaget, pedagang dan satpol PP terlibat adu argumen yang ujung-ujungnya, pedagang dikenakan denda 1 juta rupiah," paparnya. Meski demikian, Ning Lia mengakui bahwa masih ada petugas satpol PP yang memiliki jiwa humanis dan tenggang rasa. “Semoga, yang baik-baik itu, yang selalu mengedepankan cara-cara humanis dan toleran, tenggang rasa, itu bisa jadi contoh buat yang lain. Karena kita harus akui, bahwa PKL tidak berniat berbuat kriminal. Jadi wajar kaget jika tiba-tiba ada penggerebekan. Sedangkan, yang kita tahu sebelumnya, penggerebekan umumnya dilakukan pada tempat hiburan malam atau bisnis haram lainnya,” pungkas tokoh milenial ini. (mg3)
Sumber: