Perkawinan Dini yang Menyakitkan (1)

Perkawinan Dini yang Menyakitkan (1)

Terjebak Kenikmatan di Rimbun Hutan

“Ya. Inilah risiko perbuatanmu sebagai lelaki. Kamu tak bisa mengelak. Hadapi saja dengan tegar,” kata seorang pria paruh baya di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Surabaya. Seorang pemuda di sampingnya, sebut saja Nano, diam menunduk. Tidak bergerak dan hanya sesekali menoleh ke pria paruh baya tadi, sebut saja Bakir. Memorandum yang duduk di belakang mereka mencoba bertanya, “Memangnya ada apa, Pak?” Bakir menoleh dan menjelaskan bahwa Nano digugat cerai istrinya, sebut saja Dini. Ini memang sudah sesuai kesepakatan keluarga Bakir dan orang tua Dini, sejak awal. Menurut Bakir, semua berawal saat Nano yang duduk di bangku kelas tiga SMA merayakan ulang tahun Dini di Pacet, Mojokerto. Mereka tidak hanya berdua, tapi bersama banyak teman. Tidak tahu bagaimana mulanya, mereka terjebak dalam kondisi hanya berdua di tengah rerimbunan hutan kala senja. Bla-bla-bla… Nano dan Dini lepas kendali. Mereka berhubungan suami-istri. Hanya sekali itu. Minimal, itulah pengakuan Nano. Juga Dini. Tapi, kenikmatan sesaat tersebut berbuntut panjang. Dini hamil. Orang tua Dini yang orang gedean di pemerintahan ngamuk. Marah besar. Mereka melabrak keluarga Nano. Minta pemuda itu bertanggung jawab. “Tapi sebelum itu sudah ada upaya menggugurkan kandungan Dini oleh ayah-ibuya. Sayang usaha tersebut gagal. Kehamilan Dini tambah besar,” kata Bakir. Ayah Dini, sebut saja Hari, memaksa Nano menikahi Dini. Tapi tidak sekadar menikahi, juga harus bertanggung jawab merawat dan membesarkan anak yang dikandung Dini. Keluarga Dini akan angkat tangan setelah itu. Bakir sekeluarga tidak bisa menolak. Kesepakatan itu ditandatangani bersama di depan Pak Lurah tempat tinggal Bakir di kawasan Surabaya Barat. “Namun sebelum itu, Nano dan Dini dinikahkan secara resmi di KUA,” kata Bakir. Pernikahan dilakukan di kantor KUA dan hanya dihadiri keluarga kecil Nano-Dini. Tidak ada orang lain. Saksi pun dibawakan orang tua Dini. Entah siapa mereka. Pasca itu, Nano dan Dini harus berpisah. Kembali ke orang tua masing-masing. Nanti setelah bayi lahir, Dini menggugat cerai di PA. Ini dilakukan agar anak sang bayi memiliki status yang jelas. Celakanya, Nano dan keluarga sama sekali tidak diperkenankan melihat bayi yang dilahirkan Dini, sebut saja Lani. “Lani akan diberikan nanti setelah Nano dan Dini resmi cerai,” kata Bakir. “Jadi sampai sekarang Pak Bakir dan Mas Nano belum tahu kondisi Lani?” tanya Memorandum. Bapak dan anak ini menggeleng bersamaan, lalu menoleh ke arah Memorandum. Bersamaan pula. Bakir mengaku khawatir Lani lahir tidak sempurna. Sebab, semasih dalam rahim Dini, janinnya mendapat perlakuan yang tidak wajar. Dihantam berbagai upaya pengguguran, mulai dari obat-obatan kimia hingga ramuan herbal dan pijatan dukun beranak. (jos, bersambung)  

Sumber: