Man, Preman-Preman-Preman

Man, Preman-Preman-Preman

Belum lama ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberikab perintah langsung kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Perintah itu diberikan lewat sambungan telepon, setelah presiden mendengar keluhan warga penggiat bisnis di kawasan Tanjung Priok. Dengan raut wajah yang tenang serta nada bicara kalem, presiden tegas meminta kapolri dan jajaran membersihkan premanisme yang selama ini mengganggu aktivitas bisnis di kawasan pelabuhan Tanjung Priok. Mendengar perintah itu, sontak orang nomor satu di korps baju cokelat itu menyatakan siap. Dan benar, tak butuh waktu lama perintah kapolri ke jajaran di tingkat provinsi hingga kota dan kabupaten menghasilkan banyak tangkapan preman. Semua kepala kepolisian daerah (kapolda) dibuat sibuk. Begitu pula seluruh kepala kepolisian resort (kapolres) dan kepala kepolisian sektor (kapolsek) se-Indonesia pontang-panting sibuk bergerak menurunkan anggota menindak dan “menyapu bersih” para preman yang selama ini dinilai meresahkan masyarakat. “Pembersihan” preman kali ini bukanlah yang pertama terjadi di negeri ini. Masih teringat jelas, tindakan serupa pernah terjadi di era Orde Baru. Pada sekitaran 1980-an, perang terhadap preman terjadi. Banyak preman mati misterius terbungkus karung dan dibuang begitu saja di jalanan. Di sana-sini jamak orang melihat mayat bergelimpangan tanpa identitas jelas. Kebanyakan mereka tewas dalam kondisi mengenaskan. Selintas “aksi pembersihan” ini berdampak. Pasca kejadian itu, sepuluh bahkan lima belas tahun kemudian negeri ini seakan bebas dari jarahan preman. Paling tidak, aksi premanisme tak terlihat lagi di jalanan. Padahal, fakta yang muncul justru para preman yang tersisa atau preman baru lebih cerdik. Mereka lebih lihai dalam menjalankan aksi premanisme tanpa bisa disentuh oleh aparat keamanan. Tegasnya, para preman itu lebih terorganisasi dengan rapi dalam sebuah ikatan hingga mampu mengeruk keuntungan golongannya dan meresahkan masyarakat. Nah, kalau jadinya begitu, perintah presiden dan kemudian diteruskan kapolri kepada jajaran apakah efektif? Atau sebaliknya, makin membuat para preman tambah cerdik menghadapi perintah itu? Atau juga agenda melawan preman kali ini punya maksud dan tujuan lain mengingat sepekan terakhir pemerintah memunculkan wacana pemberlakuan berbagai pajak baru yang akan dibebankan kepada rakyat di antaranya pajak sembako, pajak jasa dan pendidikan? Atau, semua pertanyaan itu salah? Tentu jawaban atas semua ini, hanyalah masalah waktu saja. Tegasnya! kebenaran jawaban itu tinggal menghitung waktu mengingat kebiasaan di negeri ini, sering memunculkan masalah baru untuk menutupi persoalan lama. Atau sebaliknya.(*)

Sumber: