Teklek Kecemplung Kalen (1)
Cinta Pertama Diserobot Teman SMA
Teklek kecemplung kalen, tinimbang golek aluwung balen. Kisah ini dialami lelaki sebut saja Zaenal. Ceritanya panjang. Amat panjang. Untuk sampai pada keadaan kini, ia harus melewati pernikahan vs perempuan lain. Cinta pertama Zaenal ditambatkan kepada teman SMP-nya, sebut saja Karlina. Tapi, Zaenal terlambat mengungkapkan isi hati, terburu Karlina ditembak teman sebangkunya di SMA. Hal serupa nyaris terjadi pada hubungannya Nindi (juga bukan nama sebenarnya), teman sesama aktivis partai. Suatu hari Nindi datang ke tempat kerja Zaenal. Terus terang dia menyatakan sayang kepada Zaenal. Pemuda berkumis tipis ini bingung. Tidak menyangka Nindi akan seterus terang itu. Padahal, Nindi sudah lama diincar sahabarnya, Fadlul. Di satu sisi dia ingin mendorong Nindi jadian sama Fadlul, demi persahabatan; tapi di sisi lain Zaenal mengaku tidak rela kehilangan Nindi. Apalagi, Nindi terang-terangan menyatakan sayang kepadanya. Zaenal tidak ingin kejadian seperti cinta pertamanya kepada Karlina terulang. Terburu disabet orang lain. Toh begitu, Zaenal masih ragu. Belum yakin pada kata hatinya sendiri. Lucu, selanjutnya Zaenal malah menggantungkan nasib pada bunyi tokek. Tok otok-otok tekek. Dia menghitung setiap terdengar bunyi tokek. Antara menerima atau tidak. Dan, hitungan berhenti pada menerima. Seperti isyarat yang diperoleh dari tokek, Zaenal akhirnya memutuskan menerima rasa sayang Nindi. Menerima cinta Nindi. Maka, sebelum pikirannya berubah, cepat-cepat Zaenal meminta orang tuanya melamar Nindi. Tidak pakai lama, dua pekan kemudian Zaenal menikahi Nindi. Tentu saja Fadlul kaget. Tidak menyangka. Merasa dikhianati. Sebab, di dean Zaenal, dia pernah terang-terangan mengaku cinta kepada Nindi. Setelah pernikahan, kehidupan rumah tangga Zaenal-Nindi berjalan seperti yang diharapkan. Tidak ada sandungan berarti. Tapi, ada satu yang mengganjal di hati Zaenal: mengapa Fadlul belum kawin-kawin sampai perkawinannya dengan Nindi memasuki usia lebih dari 10 tahun? Zaenal sempat bertanya dalam hati: apakah Fadlul masih terobsesi cintanya kepada Nindi sehingga tidak bisa move on ke lain hati? Zaenal juga pernah memberanikan diri menanyakan hal itu kepada Fadlul, tapi tidak dijawab. Ada satu hal lagi yang dirasakan Zaenal sebagai kekurangan. Sejauh ini dia dan Nindi belum dikaruniai momongan. Dia gelisah. Tapi, tidak demikian dengan Nindi. Biasa-biasa saja. Diam-diam suatu saat Zaenal memeriksakan diri ke dokter. Hasilnya sangat amat mengejutkan: mandul. Mentalnya jatuh. Tapi, sebagai lelaki, Zaenal berniat suatu saat hendak menyampaikan kenyataan ini kepada Nindi. Kemudian mencari solusi bersama. Tapi, niat itu selalu diurungkan. Dia kasihan kepada Nindi, karena perempuan tersebut selalu yakin suatu saat pasti akan bisa hamil. “Sebenarnya saya kasihan dengar keyakinannya itu. Bagaimana mungkin hamil kalau saya mandul?” kata Zaenal di kantor pengacara dekat Pengadilan Agama (PA) Surabaya, beberapa saat lalu. Walau begitu, dia tidak tega untuk mematikan harapan istrinya. Meski dengan hati hancur, untuk sementara dia terus membiarkan Nindi menjalani hari-harinya dengan harapan kosong. “Sampai hati saya kuat untuk ngomong,” kata Zaenal, yang menambahkan bahwa suatu malam, selesai gituan, pelan-pelan dia membuka omongan soal itu. Tapi, bersamaan dengan itu Zaenal yang hendak membuka mulut, Nindi berbisik di telinga Zaenal, “Mas, aku hamil.” (jos, bersambung)Sumber: