Peringati Bulan Bung Karno, Untag Surabaya Gelar Sarasehan Nasional Kebangsaan
Surabaya, memorandum.co.id - Memperingati Bulan Bung Karno dan Hari Lahir Pancasila, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya menggelar Sarasehan Nasional Kebangsaan, Selasa (08/06/2021). Kegiatan yang terlaksana secara daring tersebut mengusung tema “Revitalisasi Jiwa Patriotik dan Nasionalisme Suatu Gerakan Memperkokoh Wawasan Kebangsaan bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara”. Rektor Untag Surabaya, Dr. Mulyanto Nugroho pada kesempatan ini tampil sebagai keynote speaker. Di samping itu, turut hadir 3 narasumber lainnya yakni, Anggota DPR-RI Drs. H. Djarot Syaiful Hidayat, Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Dr. Hariyono, dan Pengurus Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya J Subekti, SH., MM. “Tantangan kondisi Indonesia saat ini adalah banyak nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika yang tercabik-cabik seperti tumbuhnya intoleransi, radikalisme, dan terorisme, korupsi hingga kesenjangan sosial ekonomi. Adalah tugas kita untuk merevitalisasi jiwa patriotik dan nasionalisme,” papar Mulyanto Nugroho saat menyampaikan materinya. Menurutnya, revitalisasi jiwa patriotik dapat diwujudkan melalui sikap serta memperkokoh wawasan kebangsaan. Nugroho pun menekankan pentingnya dilakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda yang nantinya akan menjadi pemimpin bangsa. Sementara itu, Djarot Syaiful Hidayat mengungkapkan perlunya mengembalikan jiwa patriotik dan nasionalisme. Dia mengambil contoh figur bung Karno dengan seluruh sikap dan tindakan cinta tanah air berdasarkan nilai theisme, sosialisme dan nasionalisme. Namun, anggota DPR RI itu pun mengakui perubahan dan kemajuan jaman berdampak negatif pada berbagai aspek, baik politik, ekonomi hingga budaya. Hal ini menurutnya terjadi karena nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, wujud dan jatidiri bangsa serta Trisakti dilupakan. Djarot juga menyayangkan banyaknya generasi milenial yang tidak lagi mengenal sejarah Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan seperti sekolah, agar memasukkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme. Misalnya dengan pengadaan program volunteer atau sukarelawan. Adanya kegiatan seperti ini, lanjut Djarot, diharapkan menjadi wadah bagi generasi milenial mempelajari nilai-nilai Pancasila. "Adanya empati saat membantu masyarakat, itu sudah merupakan nilai Pancasila. Kemudian bergaul dengan berbagai macam suku, agama dan ras, itu sudah masuk nilai toleransi. Hal yang seperti ini perlu dikembangkan dengan konteks kekinian," jelasnya. Kemajuan teknologi juga bisa menjadi wadah merevitalisasi jiwa patriotik dan nasionalisme pemuda dengan adanya konten-konten yang diisi dengan nilai-nilai nasionalis dan kearifan Indonesia. Hal yang sama juga disampaikan oleh Prof Hariyono, bahwa tantangan dan ancaman dari kemajuan suatu peradaban tidak bisa terelakkan. Namun, ideologi Pancasila sebagai pedoman bangsa menjadi penuntun dalam menghadapi seluruh persoalan yang ada. Bung Karno melalui ideologi Pancasila tidak hanya mengajak masyarakat Indonesia untuk reaktif dan bersikap defensif terhadap ancaman dan tantangan yang ada, namun mendorong kita untuk berpikir kreatif, konstruktif dan progresif. “Jangan sampai kita hanya larut dalam reaksi sampai lupa pada misi mulia ideologi bangsa kita,” tuturnya. Menjadi narasumber penutup, J Subekti menjelaskan dalam menghadapi degradasi pemahaman terhadap nasionalisme di Indonesia yang multietnis dan multikultur, dibutuhkan revitalisasi semangat gotong royong dan kolaborasi dalam membangun kembali jiwa Pancasila dan nasionalisme. Dalam proses revitalisasi ini, menurut J Subekti dibutuhkan aksi nyata, misalnya Pembumian Pancasila. Hal ini bertujuan agar Pancasila tidak hanya untuk berteriak melainkan untuk bertindak. Dia juga mengajak tokoh masyarakat, tokoh agama hingga tenaga pendidik untuk memberikan ketauladanan hidup normatif sesuai Pancasila dan UUD 1945. “Mari memberi tauladan bagaimana kita bersikap dan berbicara sebagai tokoh panutan. Jangan sampai malah memecah belah di dalam institusi, di dalam bangsa,” pungkasnya. (mg3)
Sumber: