Sidang Perkara Cek Blong, Saksi Ngaku Terdakwa Tidak Terkait di Akta Pengakuan Utang dan Akad Kredit

Sidang Perkara Cek Blong, Saksi Ngaku Terdakwa Tidak Terkait di Akta Pengakuan Utang dan Akad Kredit

Surabaya, memorandum.co.id - Andi Gunawan, dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum (JPU) I Gede Willy Pramana. Ketua koperasi simpan pinjam “Putra Mandiri Jawa Timur" itu mengaku kreditur dalam akad kredit adalah George Harijanto. Awalnya, saksi mengenal terdakwa Indra Tantomo dari ayahnya Kadiono Gunawan. Terdakwa dan George kemudian berencana mengajukan pinjaman Rp 4 miliar ke koperasi milik saksi untuk dipergunakan bisnis multi level marketing (MLM). "Waktu itu saya interview terdakwa dan Pak George. Mereka bilang ada bisnis semacam MLM. Untuk jaminannya menggunakan sertifikat atas nama George Harijanto. Lalu saya sampaikan untuk pinjaman di atas Rp 500 juta harus ada jaminan cek," kata Andi saat memberikan keterangannya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (6/5/2021). Setelah disepakati, kata Andi, dibuatlah akta pengakuan utang di notaris Tulus. Menurut pengakuannya, saat pembuatan akta tersebut, hadir saksi Andi, Kardiono, George, dan terdakwa. "Waktu itu secara lisan, Pak George menyuruh agar uangnya nanti ditransfer ke Indra saja di hadapan notaris Tulus," katanya. Setelah itu, terjadilah akad kredit di mana George Harijanto sebagai pihak kreditur. Sedangkan terdakwa hanya sebagai penjamin dengan mengeluarkan cek sebagai jaminan. "Akad kredit dilakukan paginya, sore setelah saya terima 5 lembar cek atas nama terdakwa sebagai jaminan, lalu uang saya transfer. Alasan kenapa harus pakai cek itu supaya tidak kerepotan menagihnya. Dan cek itu sebagai bukti ada itikad baik," ungkapnya. Sri Sudarti, penasihat hukum (PH) terdakwa, kemudian mempertanyakan akta pengakuan utang dan perjanjian akad kredit, apakah kaitannya kliennya dalam dua bukti tersebut. "Memang terdakwa tidak ada dalam dua perjanjian itu. Tetapi terdakwa sebagai penjamin atas pembayaran pinjaman itu," jawabnya. Saksi menambahkan, perkara ini bermula saat jatuh tempo pembayaran keempat yang terlambat dibayar. Sebelumnya, pada pembayaran pertama, kedua, dan ketiga tidak ada masalah. "Cek yang kesatu, kedua dan ketiga bisa dicairkan tapi yang keempat itu ditolak. Yang saya tahu waktu itu terdakwa dan Pak George itu ada konflik," jelasnya. Lebih lanjut, menurut saksi ia sebetulnya tidak ingin perkara ini berlanjut ke ranah hukum. Waktu terjadi keterlambatan pembayaran itu, saksi sudah berupaya menanyakan kepada terdakwa. Akan tetapi, ia malah dilaporkan oleh George ke Polda Jatim perkara penggelapan sertifikat. "Waktu itu saya tanya baik-baik, bagaimana pelunasannya?, malah saya dilaporkan ke Polda sama Pak George," ujar dia. Terkait jaminan sertifikat kenapa tidak dilelang saja, saksi mengaku tidak bisa. Sebab, sudah dilaporkan ke Polda. Sedangkan apakah sebelum dijadikan jaminan pinjaman utang sudah di appraisal, saksi mengatakan sudah. " Nilainya Rp 6,5 miliar. Pada waktu itu Pak George mintanya 6 miliar kami tidak sanggup. Karena dia mengatakan nilai appraisal sertifikat itu Rp 10 miliar," tegasnya. Dikatakan saksi, sebelumnya George sempat meminta perdamaian waktu di Polrestabes Surabaya. Perdamaian itu dituangkan dalam perjanjian. Menurut saksi, George menyampaikan aset tersebut akan di take over ke bank. "Berjalan tiga bulan ternyata malah tidak terbukti dan kasus saya berlanjut di Polda Jatim. Tapi sudah tiga tahun ini kasus saya tersebut ngambang soalnya saya punya bukti kuat," ujarnya. Usai dirasa cukup, saat diminta tanggapannya terkait keterangan saksi, terdakwa membeberkan bantahannya. “Yang peminjam George. Saya disuruh George bikin cek untuk pembayaran. Saya bayar cek pakai uang pribadi saya. Masuk rekening rekening saya atas perintah George saat di perjanjian. Saya juga merasa juga ditipu oleh George,” tandasnya. (mg-5/fer)

Sumber: