Pasangan Terjerat Tagihan Riba Kartu Kredit (2-habis)
Mengeluh Tidak Dinafkahi dengan Benar
Pada hari yang ditunggu-tunggu, seperti dugaan Sandi, Ani kembali uring-uringan. Sandi sudah tahu apa yang membuat istrinya itu marah-marah. Makanya semua ditanggapi Sandi dengan senyuman saja. "Aku tahu dia pasti bingung bayar tagihan itu. Aku yang melihatnya hanya bisa tersenyum," ujar Sandi. Melihat Sandi tenang, Ani semakin kalap. Nada kasar dan tinggi dilontarkan hingga Sandi terpancing emosinya. "Melihat ia sudah tak menghargaiku, emosiku akhirnya terpancing. Aku tanayakan apa salahku, dia menjawab aku pelit dan tidak pernah menafkahinya dengan benar. Tentu saja aku marah," katanya. Setelah mendengr semua ocehan Ani, Sandi masuk kamar untuk mengambil surat tagihan kartu kredit milik Ani. Melihat lembaran di yang ditunjukkan suaminya, Ani terdiam. Matanya berkaca-kaca. "Dia hanya bisa menangis. Sambil meneteskan air mata dia mengungkapkan bermacam alasan. Aku sudah tak mau menghiraukannya," jelasnya. Sejak saat itu Sandi trauma. Ia mengatakan kepada istrinya itu bahwa ia yang akan bertanggung jawab terkait pembayaran tagihan kartu kredit itu. "Aku bilang aku yang akan melunasinya. Tapi konsekuensinya aku ceraikan dia," katanya. Mendengar keputusan Sandi, Ani menangis sejadi-jadinya. Nasi sudah menjadi bubur, Ani tidak dapat lagi mengelaki takdirnya diceraikan Sandi. Ia menangis sejadi-jadinya. Itulah konsekuensinya jika membohongiku," ujarnya. Kini, Ani harus menghadapi proses perceraiannya. Ia hanya bisa pasrah dengan keputusan Sandi. Meskipun, anak-anaknya ditanggung Sandi, ia masih merasa bersalah. (mg5/jos, habis)Sumber: