Tak Tahan, Tangan Puri Refleks Meraih Pinggang Seli

Tak Tahan, Tangan Puri Refleks Meraih Pinggang Seli

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Begitu di dalam kamar, Seli mendudukkan Puri di tempat tidur dan melepaskan baju omnya. Seli lantas berjalan menuju meja kecil di bawah layar televisi yang tertempel di dinding. Dia menghidupkan audio yang memperdengarkan musik klasik. Tidak lama kemudian mengalun Moonlight Sonata-nya Ludwig van Beethoven. Seli melirik Puri dan melihat omnya seakan terhanyut gelombang magnet yang dipancarkan musik tadi. Puri sepertinya menghayati kisah di balik Moonlight Sonata yang berbicara soal cinta Beethoen yang mendalam kepada muridnya, Countess Giulietta Guicciardi. Sayang, cinta mereka harus diakhiri karena Beethoven yang dari keluarga biasa tidak mungkin bisa bersanding vs Giulietta, putri bangsawan. Seli mendekati Puri dan duduk di sampingnya. Tangannya mendarat di dada Puri dan mulai memijatnya. Puri tak tahan. Tangan kirinya secara refleks meraih pinggang sang keponakan. Seli tersenyum. Gadis ini lantas membungkukkan badan. Wajahnya sudah tinggal tujuh setengah senti dari wajah Puri. Saat itulah, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Bunga masuk. “Belum selesai ya pijatnya? Ustaznya berhalangan. Dicarikan pengganti, ternyata penggantinya itu mendadak sakit sewaktu mulai ceramah. Katanya sih asam lambungnya kambuh. Jadi yasinan doang tadi,” kata Bunga. Puri kaget. Demikian pula Seli. “Sudah selesai kok Ma,” kata Puri, yang tiba-tiba menyesal sekaigus bahagia. Menyesal karena sempat terhanyut godaan Seli, dan bahagia telah terselamatkan dari perbuatan dosa. “Om, lain kali kalau kurang enak badan lagi jangan sungkan-sungkan minta tolong Seli. Pokoknya Seli selalu ready to Om. Oke Om? Dadah Tente,” kata Seli dengan nada riang. Khas gaya milenial yang seolah tanpa beban. “Benar kan kataku? Pijatan Seli memang enak. Bikin kecanduan,” komen Bunga. Puri tidak menanggapi. Batinnya, “Apanya yang enak? Mau njebak lagi ya iya. Untung kamu segera datang. Kalau tidak, waaahhh… Astaghfirullah.” Puri lantas menggeser badan. Memberi tempat berbaring Bunga. Saat badannya tersenggol badan istrinya, Puri kaget. Sebab, tiba-tiba saja gairah menyergap. Apalagi, setelah melihat Bunga hanya mengenakan pakian tidur tipis. Kayak yang dipakai Seli. Hem. “Apa yang terjadi selanjutnya tidak usah kuceritakan. Intinya, aku kembali mengantarkan Bunga ke lautan nikmat. Bukan sekadar secangkir nikmat, apalagi setetes nikmat,” kata Puri. Sejak kejadian malam itu Puri bertekad untuk mempertebal keimanan. Dia tidak ingin perjalanan hidupnya dikotori perbuatan maksiat. Dia juga akan terbuka bertanya kepada Semi dan Jatmiko, apakah mereka pernah diajak melakukan perbuatan tidak senonoh oleh Seli. “Aku harus dan harus menyelamatkan keluargaku dari api neraka,” begitu tekad yang diungkapkan Puri kepada Memorandum. Keesokan harinya Puri memanggil anaknya satu per satu. Semi yang dipanggil duluan. Ketika ditanya bapaknya seperti itu, pemuda tersebut malah memandang lekat-lekat mata Puri. Tajam. “Mengapa Papa memandang rendah aku?” tanya pemuda yang memiliki noktah hitam samar di dahinya itu. “Papa hanya bertanya.” “Kenapa?” (bersambung)

Sumber: