Didakwa Gelapkan Uang Pendaftaran Kuota Haji, Komisaris PT Linda Jaya Ajukan Eksepsi
Surabaya, Memorandum - Linda Nofijani, komisaris PT Linda Jaya, didakwa menggelapkan uang saksi korban Rudy Tanwidjaja sebesar Rp 900 juta. Uang pinjaman tersebut digunakan untuk membayar pendaftaran kuota haji. Sidang yang digelar di PN Surabaya itu, masuk pada agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi). Dalam dalil eksepsinya, Heru, penasihat hukum (PH) terdakwa menyampaikan bahwa JPU mendakwa orang yang salah (error in persona). "Bahwa penuntut umum dalam surat dakwaannya telah terdapat kekeliruan orang yang didakwa. Mengingat apa yang didakwakan dalam perkara A quo adalah menyangkut PT Linda Jaya," kata Heru saat membacakan eksepsinya di ruang Candra, Senin (3/5). Selain itu, kata Heru, bahwa sebagaimana 92 ayat (1) UU RI nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas tanggung jawab dalam pengurusan perseroan terbatas adalah menjadi tanggung jawab direksi. "Berdasarkan alasan tersebut diatas kami penasihat hukum terdakwa memohon kepada majelis perkara yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan dalam amarnya yang berbunyi, menyatakan eksepsi atau keberatan terdakwa diterima. Menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima. Menyatakan perkara Aquo tidak diperiksa lebih lanjut serta memulihkan nama baik terdakwa Linda Nofijani," jelas Heru. Atas eksepsi PH terdakwa, JPU pengganti Ni Made langsung menyatakan akan menanggapinya secara tertulis (replik)."Mohon waktu satu minggu. Kami akan tanggapi secara tulis Yang Mulia," ucap Ni Made yang diamini oleh ketua majelis hakim Martin Ginting. Usai sidang, Heru, saat dikonfirmasi terkait perkara ini menyampaikan bahwa dalam perkara ini, kliennya hanyalah komisaris dalam perusahaan biro perjalanan wisata itu. "Dalam menjalankan sebagai komisaris semua transaksi atas nama pelapor itu kan masuk ke rekening perusahaan. Sedangkan rekening perusahaan yang bisa mengakses kan direktur sama bendahara otomatis," ujarnya. Ia lalu mempertanyakan, bagaimana cara kliennya menggelapkan uang jika tidak mempunyai akses yang seharusnya direktur yang bertanggung jawab." Karena komisaris itukan dalam undang-undang perseroan terbatas (PT) kan pasif," tandasnya. Dijelaskan dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) I Gede Willy Pramana sebelumnya, perkara penggelapan ini berawal saat PT Linda Jaya membutuhkan tambahan modal untuk pendanaan kuota haji tahun 2018 sebesar Rp 900 juta. Terdakwa menawarkan kepada saksi Rudy Tanwidjaja untuk menjadi pemodal bagi investasi dana kuota haji tahun 2018 tersebut dan akan diberikan keuntungan sebesar Rp 100 juta. "Sehingga total pembayaran yang akan diterima oleh saksi Rudy Tanwidjaja sebesar satu milyar rupiah dengan jatuh tempo selama dua bulan yaitu pada tanggal 25 Juli 2018," kata JPU dalam persidangan sebelumnya. Lebih lanjut, terdakwa kemudian memberikan jaminan selembar cek atas nama PT Linda Jaya dengan nilai sebesar satu milyar rupiah. Kemudian, saksi korban menyerahkan uang sebesar Rp 900 juta secara bertahap dengan cara transfer. "Pada 22 Mei 2018 saksi Rudy Tanwidjaja mentransfer uang sebesar Rp 500 juta. Dan pada 23 Mei 2018 saksi kembali menyerahkan uang tunai sebesar Rp 400 juta," imbuhnya. Bahwa setelah terdakwa menerima uang tersebut, justru dipergunakan untuk kepentingan pribadinya, sehingga pada saat tanggal jatuh tempo, cek tersebut tidak dapat dicairkan oleh saksi. "Saat saksi Rudy Tanwidjaja mencairkan cek tersebut ternyata ditolak oleh dengan alasan saldo rekening giro atau rekening khusus tidak cukup," ungkapnya. Atas perbuatan terdakwa, ia didakwa pasal 378 dan 372 KUHP. (mg5)
Sumber: