Dua Anggota Dewan Saling Adu Argumen Terkait Penjara Koblen

Dua Anggota Dewan Saling Adu Argumen Terkait Penjara Koblen

Surabaya, memorandum.co.id - Polemik pemanfaatan eks Penjara Koblen belum juga menemui titik terang. Bangunan cagar budaya itu, inginnya Pemkot Surabaya tetap dijadikan usaha pasar buah dan sayur. Komisi B DPRD Surabaya bahkan telah menggelar dua kali hearing, atas ketidaksetujuannya terkait tanah seluas 3,8 hektare yang mengandung nilai sejarah itu untuk dijadikan pasar. Namun Pemkot Surabaya tetap keukeuh pada keputusannya. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A Hermas Thony mengatakan, tak adanya pintu keluar permasalahan hearing diduga karena DPRD dan Pemkot berdiri pada dua aturan yang berbeda terkait pemberian izin pemanfaatan bangunan cagar budaya. Thony menilai, izin yang diterbitkan Pemkot berlandaskan pasal 78 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang berbunyi Pengembangan Cagar Budaya dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Komisi B DPRD Kota Surabaya berpegang teguh pada pasal 85 ayat 1 undang-undang yang sama, yang menyebutkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. "Saya melihat keduanya berada dalam posisi yang benar. Namun dalam melihat sebuah aturan tak boleh sepotong-potong. Harus ditelaah lebih dalam lagi. Nah, izin pasar buah dan sayur Koblen itu sepertinya menggunakan prinsip pasal 78," kata Thony, Minggu (7/3/2021). Terlebih menurut Thony, saat ini Surabaya masih digepuk dengan pandemi Covid-19 yang juga berdampak pada ekonomi masyarakat. Sehingga wajar, jika pemkot maupun pihak swasta ingin bahu membahu menggerakan ekonomi bawah melalui pemanfaatan bangunan cagar budaya dengan pasar buah dan sayur. Ia ingin, Komisi B dan pemkot sama-sama menggunakan kepala dingin agar permasalahan izin pasar buah dan sayur ini cepat selesai. Agar warga bisa segera memanfaatkan untuk kemaslahatan dan menggerakan ekonomi mereka. "Harus didalami dengan kepala dingin. Pemkot harus menjelaskan dasar mereka, dewan juga harus melihat dari sisi lainnya," katanya. Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Mahfudz ketika dikonfirmasi mengatakan, Pemkot Surabaya harus berpegang teguh pada aturan-aturan yang berlaku baik undang-undang maupun peraturan daerah terkait pemanfaatan bangunan cagar budaya. Ia tak mau, lembaga eksekutif yang selama ini sudah dianggap baik oleh warga, malah menodai aturan yang berlaku. "Aturan pemanfaatan sudah jelas, ada pasalnya tersendiri. Baik di UU maupun perda juga sama. Tidak boleh ada untuk kegiatan ekonomi atau perdagangan," kata Mahfudz. Terkait dengan komentar AH Thony, Mahfudz menilai bahwa dalam dua aturan yang berlaku sudah jelas terkait pemanfaatan bangunan cagar budaya oleh semua pihak. Sehingga semua pihak harus mentaati aturan tersebut. Menurutnya, jika AH Thony terus berpijakan pada pasal itu, ia menantang untuk menjadikan kantor parkir mobil dinas DPRD Kota Surabaya sebagai sentra wisata kuliner maupun UMKM. Dipastikan, ekonomi warga sekitar kantor DPRD Surabaya akan terangkat. "Kalau begitu, monggo dimanfaatkan juga parkiran kami di DPRD untuk berjualan. Kami anggota dewan ingin membantu para warga ini, masih pandemi jadi harus dibantu," sindirnya. Selain itu, Mahfudz juga tak habis pikir dengan keputusan Pemkot Surabaya dalam memberi izin usaha pasar di Penjara Koblen. Padahal menurutnya, di sekitar wilayah itu banyak tanah-tanah kosong yang juga bisa dimanfaatkan sebagai pasar, jika niatnya ingin membantu menggerakan ekonomi warga. "Kenapa harus dipaksakan di cagar budaya Koblen, kan masih banyak ruang yang bisa dijadikan pasar di Kota Surabaya ini. Kalau mau tetap dipaksakan, silahkan sebagai pasar wisata, bukan grosir. Biar sesuai dengan aturan," pungkasnya. (mg-3/fer)

Sumber: