La Nina dan El Nino, Cuaca Ekstrim yang Sebabkan 52 Paus Pilot Mati

La Nina dan El Nino, Cuaca Ekstrim yang Sebabkan 52 Paus Pilot Mati

Surabaya, memorandum.co.id - Peneliti sekaligus Wakil Dekan Penelitian Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (FPK Unair), Dr. Eng. Sapto Andriyono memberikan gambaran penyebab peristiwa yang belum lama ini menggemparkan yakni sekawanan paus yang terdampar lalu mati. Sebelumnya, kawasan selat Madura digegerkan dengan kematian massal paus yang teridentifikasi sebagai paus pilot sirip pendek di perairan Bangkalan pada Minggu (21/2). Melalui foto udara didapatkan fakta sebanyak 52 paus mati, sementara hanya ada 1 paus yang masih selamat. Dr Sapto menyebut, paus tersebut diduga mati karena cuaca ekstrim. "Belakangan cuaca ekstrim terjadi beberapa minggu terakhir. Yakni, La Nina yang menyebabkan badai di kawasan selatan pulau Jawa atau Samudera Hindia," kata Dr Sapto mengawali, Kamis (25/2/2021). Diungkapkan dosen mata kuliah biologi laut ini bahwa fenomena alam La Nina dan El Nino memungkinkan perubahan magnetik di laut. Perubahan itu dapat berpotensi mengubah sistem sonar pada paus. "Fenomena alam itu membuat sekawanan paus pilot bermigrasi ke wilayah yang lebih tenang dan berusaha berteduh dari kondisi badai laut di kawasan ini. Namun, mungkin karena disorientasi ke wilayah yang semakin dangkal menyebabkan sekawanan paus justru berenang ke arah perairaan selat Madura yang lebih dangkal," jelas Sapto. Selain cuaca ekstrim, imbuhnya, kematian paus diduga turut disebabkan oleh kondisi lingkungan terkini. Terutama akibat perilaku dan perubahan alam yang terjadi. "Kematian paus memiliki beragam aspek, baik itu dari sisi habitat tempat hidupnya, behavior-nya yang hidup dalam kelompok, maupun kemungkinan penyakit pada paus Alpha (pemimpin) yang menyebabkan anggota kelompok paus tersebut ikut mati," terangnya. Namun hal itu masih perlu mendapatkan kajian secara mendalam. Dr Sapto dan tim tengah melakukan upaya penelitian terkait itu. Di sisi lain, faktor pencemaran di laut dinilai oleh Sapto juga bisa jadi pemicu paus tersebut mati. "Dengan kondisi sedimentasi yang tinggi dan pencemaran domestik berupa sampah dan plastik yang juga tersebar, menjadikan tingkat stres paus-paus yang terdampar sangat tinggi,” paparnya. “Belum lagi warga yang berkerumun di sekitar ikan paus yang mencoba memberikan pembasahan, namun kemungkinan dilakukan pada bagian dekat blow hole (lubang pernapasan yang letaknya berdekatan dengan bagian depan kepala dan condong ke kiri, red). Ini malah menyebabkan mamalia laut stres akibat sulit bernafas,” tambahnya. Pada akhir, Dr Sapto mengutarakan bahwa upaya perbaikan kualitas lingkungan laut perlu mendapatkan pengawalan oleh semua orang. “Intinya, mari kita memperbaiki lingkungan laut sekaligus menjaga keanekaragaman hayati laut Indonesia,” ajaknya. (mg3)

Sumber: