Perjuangan Mahasiswa Milenial Lepas dari Jerat Profesi Gigolo (2)

Perjuangan Mahasiswa Milenial Lepas dari Jerat Profesi Gigolo (2)

Tangan Itu Menyeruakkan Wangi Feminin yang Menggairahkan

Akhirnya masalah Nanang terselesaikan. Andik yang melunasi semua tunggakan biaya kuliah. Tapi tidak gratis. Nanang harus mengangsur. “Dua-tiga kali hasil kerja bersamaku lebih dari cukup untuk ini. I promise,” kata Andik. Suatu Sabtu sore Nanang dijemput Andik. Ini hari kerja pertamanya. Sebelum menuju lokasi arisan, Nanang diajak ke sebuah mal. Dimasukkan salon kecantikan. “Rambutmu harus dirapikan agar tampak handsome,” kata Andik. Tidak hanya merapikan rambut, ternyata Nanang harus menjalani perawatan muka dan tubuh serta dipilihkan pakaian baru. “Supaya tampak gagah dan gentle. Pas dengan tubuhmu yang atletis,” imbuh Andik. Hati Nanang deg-degan. Dengan penampilan seperti itu, tidak mungkin Nanang hanya diharuskan melayani makan malam. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan Andik. Berpikir begitu, muncul keinginan untuk kabur dan membatalkan acara malam itu. Tapi mengingat utangnya kepada Andik, dia urungkan keinginan tersebut. Biar dia coba dulu malam ini. Siapa tahu memang benar-benar hanya menemani makan malam. Sekitar pukul 21.00 Nanang dan Andik sudah duduk manis di sebuah resto hotel bintang lima. “Sekarang arisannya sedang berlangsung di hall atas. Kita tunggu saja. Nanti penarik lot akan ke sini bersama teman yang mengurusi acara. Santai aja,” kata Andik. Nanang gelisah. Kira-kira apa ya yang nanti bakal terjadi? Begitu kecamuk pikiran Nanang. Tidak tenang. Sebentat-sebentar dia menoleh ke jam tangan di lengan kiri yang baru dipinjami Andik. Waktu dirasakan Nanang berjalan sangat lambat. Sekitar pukul 20.55 terlihat ada pria dan perempuan jelang paruh baya masuk. Usianya sekitar 40-45-an. Perhatian Nanang terfokus ke wajah yang perempuan. Meski sudah tidak muda lagi, wajahnya masih tampak segar dan energik bak gadis remaja. Parasnya mengingatkan Nanang kepada pemain film Ranjau-Ranjau Cinta yang sangat dia kagumi: Paramitha Rusady. Ya senyumnya, ya lirikan matanya. “Inikah pemenang arisan yang harus kutemani makan malam?” kata hati Nanang. Dia masih dalam kondisi belum fokus ketika Andik memperkenalkan perempuan tersebut. “Nang, kenalkan. Miss Nitha,” kata Andik sambil sembunyi-sembunyi mengerdip. Nanang gelagapan. “Maaf kami harus gabung dengan teman-teman melanjutkan meeting,” imbuh Andik, yang lantas berlalu dengan lelaki paruh baya yang datang pertama Nitha. “Nitha,” ucap perempuan mirip Paramitha Rusady sambil mengulurkan tangan. Andik menyembutnya dengan kaku. Agak ragu. “Nanang,” kata Nanang sambil membungkuk. Dan mak-wusss… wangi feminim menyambar hidungnya. Saat itulah dia teringat pesan Andik agar Nanang mencium tangan setiap wanita yang bersalaman dengannya. Adab bangsawan, katanya. Nanang pun mengecup punggung telapak tangan Nitha. Hingga tiga kali. Wangi feminim makin meruap dan menghentakkan gairahnya. “Waduh,” kata hatinya. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih  

Sumber: